Neutron Yogyakarta

UMNU Pakai Durian Jadi Media Deklarasi Pemilu Damai, Dalam Bahasa Jawa Duren, Berarti Padu Leren

UMNU Pakai Durian Jadi Media Deklarasi Pemilu Damai, Dalam Bahasa Jawa Duren, Berarti Padu Leren
DURIAN BAWOR : Rektor UMNU Kebumen Imam Satibi menerima secara simbolis durian unggul jenis bawor pada Kenduri Durian untuk Pemilu Damai, Minggu (3/12). M HAFIED/RADAR KEBUMEN

RADAR MAGELANG – Deklarasi ‘Pemilu Damai’ di sebuah hotel atau gedung sepertinya sudah biasa. Atau bisa dikatakan hal lazim. Tapi apa jadinya ketika deklarasi berlangsung di lapangan voli. Apalagi kegiatan dikemas sembari menikmati durian unggul.

M HAFIED, Kebumen

Penen raya durian telah tiba. Tak sedikit masyarakat pecinta durian rela berburu buah istimewa tersebut, meski harus merogoh kocek lebih. Seperti terlihat pada festival durian di Sport Center Universitas Maarif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen, Minggu (3/12).

Festival durian bertajuk ‘Kenduri Durian untuk Pemilu Damai’ itu berlangsung semarak. Lebih dari 200 masyarakat ikut dalam festival raja dari segala buah tersebut. Keseruan terlihat ketika ratusan masyarakat berdiskusi politik sembari mencicipi durian super jenis montong dan bawor.

Baca Juga: Setelah Tetapkan UMK, Pemkab Kebumen Jangan Jor Klowor

Mereka kemudian menyatakan sikap untuk bersama menjaga pelaksanaan Pemilu 2024 tetap damai. “Kami sengaja gunakan media durian karena bisa mempersatukan. Berhubung sekarang juga lagi musim,” kata Rektor UMNU Kebumen Imam Satibi.

Dalam bahasa Jawa, durian disebut duren. Bagi Imam, buah durian memiliki filosofi atau makna dalam konteks Pemilu 2024. Dia memaknai duren yang berarti ‘padu leren’ (berhenti berseteru). Istilah itu kemudian menjadi ide pelaksanaan festival durian untuk pemilu damai. “Jangan sampai masyarakat terlibat sifatnya berseteru. Duren, kalau ‘padu’ harus segera ‘dilereni’ (hentikan),” ujarnya.

Imam menilai pelaksanaan pemilu ini sarat dengan konflik. Padahal, kata dia, pemilu bukan sebuah tujuan akhir, tapi hanya perantara mencari pemimpin negeri. Maka, tak sepantasnya antar kelompok masyarakat berseteru. Hanya gegara rebutan calon pemimpin. “Saya khawatir ya. Walau berbeda mestinya saling menghormati dengan cara elegan dan dewasa,” bebernya.

Baca Juga: Setiap Goresan Punya Filosofi dan Sejarah, MIN 1 Kebumen Punya Ekstrakurikuler Membatik

Dia pun mengingatkan tentang bahaya berita hoaks menjelang pemilu. Masyarakat akan menjadi obyek perpecahan, jika tidak jeli dalam menyerap informasi. Selain itu, Imam juga mewanti-wanti berkembangnya isu politik identitas pada masa kampenye hingga mendekati coblosan. “Pemilu serentak itu ada potensi kegaduhan. Kami terpanggil menggelar kegiatan lewat media durian. Sambil menyisipkan pemahaman politik,” paparnya. (pra)

Lainnya