Neutron Yogyakarta

Nakes RSJ Prof dr Soerojo Magelang Minta Transparansi Remunerasi

Nakes RSJ Prof dr Soerojo Magelang Minta Transparansi Remunerasi
SALURKAN ASPIRASI: Puluhan nakes di RSJ Prof dr Soerojo Magelang menggelar unjuk rasa untuk menuntut adanya transparansi remunerasi Rabu(13/12).ISTIMEWA

RADAR MAGELANG – Puluhan tenaga kesehatan (nakes) di RSJ Prof dr Soerojo Magelang melakukan aksi protes karena kurangnya transparansi pembagian remunerasi. Sebab, ada pola baru dan pembagian remunerasi yang dirasa tidak sesuai dengan proporsi. Jumlahnya relatif kecil dibanding tenaga administrasi.

Perawat senior di RSJ Prof dr Soerojo Magelang Abdul Jalil menyebut, sejak beberapa bulan lalu, ada perubahan pola pembagian remunerasi. Setiap bulan, para perawat sudah bersabar dan menerima pola tersebut. Mengingat hal itu menjadi satu aturan yang harus ditaati.

Namun lambat laun, pola pembagian remunerasi itu tidak sesuai harapan. Proporsinya semakin tidak menentu dan dirasa cukup kecil. Yakni 18 persen atau sekitar Rp 1,9 juta dari total anggaran yang dialokasikan RS untuk memberikan remunerasi. “Dulu, kami nyaman saja karena proporsinya jelas,” ungkapnya kemarin (13/12).

Alih-alih perawat, justru tenaga administasi yang mendapat remunerasi besar. Jumlahnya lebih dari 18 persen. Padahal analisis beban kerja (ABK) tenaga administrasi dinilai lebih kecil ketimbang perawat. Mereka yang notabene lulusan SMA, kata Jalil, bisa mendapat remunerasi lebih dari Rp 3 juta.

Sebetulnya, lanjut Jalil, para perawat memahami kondisi RS yang tengah mengalami penurunan. Baik dari segi pendapatan maupun bad occupancy rate (BOR). “Persoalannya adalah ketika diproporsikan (remunerasi, Red), justru di bagian lain yang tidak berhubungan langsung dengan pasien, mendapat lebih tinggi,” ujarnya.

Dia khawatir, pola pembagian remunerasi saat ini membuat kinerja para perawat menjadi turun. Hal itu praktis dapat menurunkan kualitas pelayanan kepada pasien. Apalagi dalam setiap keputusan, RS tidak melibatkan para perawat. Sehingga tidak ada asas keterbukaan.

Jalil bersama perawat lainnya pun terpaksa menyuarakan sejumlah aspirasi yang dinilai timpang. Mulai dari penambahan proporsi remunerasi hingga pelibatan perawat dalam setiap keputusan. Terlebih saat remunerasi itu dirasa merugikan RS, Jalil ingin ada keterlibatan dengan nakes untuk bersama-sama mencari solusi.

Direktur Utama (Dirut) RSJ Prof dr Soerojo Magelang Rukmono Siswishanto menyebut, tidak ada pengurangan remunerasi para nakes tersebut. “Remunerasi itu ada gaji dan tunjangan. Serta diberikan kepada semua pegawai tidak berkaitan dengan kinerja apa yang dilakukan. Semua dapat sama,” jelasnya.

Kendati begitu, ada aturan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjelaskan, untuk remunerasi komponen berikutnya adalah insentif kinerja. Ketika kinerja keuangan RS baik, maka didistribusikan kepada pegawai.

Dia mengakui, pendapatan RS memang terkadang naik dan turun. Tapi gaji dan tunjangan yang diterima tidak menurun. Hanya saja, untuk insentif memang disesuaikan dengan pendapatan RS. “Jadi, pengertian dipotong (dikurangi, Red) tidak ada,” tegasnya lagi.

Dia membeberkan, ada perbedaan sistem remunerasi di tahun 2022 hingga 2024. Yang mana difokuskan pada kinerja keuangan. “Kalau dulu murni berbasis perhitungan kinerja dikalikan pendapatan yang dihitung dalam bentuk rasio antara indeks pendapatan RS, dipecah dalam bentuk jumlah karyawan berdasarkan job value atau nilai jabatan,” bebernya.

Namun saat ini, remunerasi murni berasal dari pendapatan RS dan diproporsikan. Dulunya, remunerasi itu berdasarkan indikator kinerja individu. Kini, ditambah dengan menggunakan sistem 150 jam kerja. Kemudian, ada juga pemberian insentif penilaian indikator kinerja unit.

Sebelumnya, pola seperti itu belum dilakukan karena masih mempertimbangkan pendapatan yang belum besar. Tapi, kini sudah mulai diterapkan. “Memang risikonya ada pengurangan dalam kinerja individu yang terpotong oleh kinerja unit,” urainya.

Rukmono menambahkan, memang harus ada pemahaman bersama. Sebab, remunerasi juga diberikan sesuai status kepegawaian yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok A adalah dokter, B keperawatan dan penunjang, dan C kelompok manajerial.

Dia tidak menampik, ada beberapa hal yang dirasa tidak sesuai. Lantaran proporsinya dianggap belum adil. “Pola itu sudah kami terapkan sejak Mei 2023 sampai sekarang. Cuma nanti besarannya (remunerasi) cocok atau tidak, nanti butuh kebijakan ulang,” sebutnya. (aya/eno)

Lainnya

Exit mobile version