RADAR MAGELANG – Sebanyak 12 kepala sekolah beramai-ramai mendatangi Polres Kebumen. Mereka membuat laporan terkait sejumlah permasalahan atas ulah oknum lembaga swadaya masyarakat atau LSM.
Laporan tersebut diterima langsung SPKT Polres Kebumen, pada Senin (18/12). Saat ini laporan sudah dalam proses pendalaman tim penyidik Unit Pidum Satreskrim. Petugas juga telah meminta keterangan terhadap para pelapor. “Benar ada pelaporan. Selanjutnya akan ditindaklanjuti sesuai prosedur,” jelas Kasat Reskrim Polres Kebumen AKP La Ode Arwansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (19/12).
Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kebumen Yanie Giat Setyawan mengatakan, laporan tersebut merupakan puncak keresahan para tenaga pendidik atas tindakan oknum LSM. Jalur hukum terpaksa ditempuh lantaran kepala sekolah sejauh ini merasa kedatangan oknum LSM ke sekolah bersifat tendensius dan intimidatif. “Sebenarnya lebih dari 12. Ada sekolah lain mau nyusul, tapi belum menyiapkan berkas,” jelas Yanie.
Yanie menyebut, 12 kepala sekolah ini berangkat dari berbagai jenjang pendidikan. Meliputi lima kepala SMP dan tujuh SD. Masing-masing merupakan lembaga pendidikan dibawah naungan Disdikpora Kebumen.
Diketahui, laporan tersebut ditujukan kepada oknum ketua yang mengatasnamakan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). Lembaga ini diketahui berkantor di wilayah Kecamatan Ambal. “Oknum ini membuat resah, institusi sekolah dituduh pungli. Setiap status medsos bilangnya seperti itu,” jelas Yanie.
Dia mengatakan, ada beberapa laporan tindak pidana yang diduga dilakukan oknum LSM tersebut. Di antaranya, menyangkut Undang-Undang ITE dan pencemaran nama baik. “Laporan variasi ya, ada yang merasa tercemar nama baik, ada yang merasa kehadiran mereka jadi tidak nyaman bekerja,” terang Yanie yang juga mantan Kepala Bakesbangpol.
Yanie menjelaskan, sejauh ini dirinya sudah terlalu sering mendapat aduan tentang sepak terjang oknum LSM di lingkungan sekolah. Dia mengaku para guru cukup gelisah dengan kedatangan oknum LSM secara masif.
Sejatinya, kata Yanie, pihak sekolah maupun komite tidak alergi terhadap kontrol masyarakat. Namun, yang menjadi catatan adalah sistem pengawasan perlu dilakukan secara proporsional dan profesional. Tanpa ada unsur intimidasi yang dapat menguntungkan pribadi maupun kelompok.
Yanie menganggap, proses pengawasan masyarakat justru menjadi bagian penting untuk bahan perbaikan dunia pendidikan di Kebumen. “Awalnya kami mengikuti saja. Tapi rasanya proses pengawasan itu tidak seperti diharapkan Undang-undang. Bahkan sudah melebihi APH,” ucapnya.
Dia berharap, pihak kepolisian segera memproses laporan yang disampaikan para guru. Yanie tak ingin sekolah diobok-obok oknum tak bertanggung jawab yang berlindung dibalik undang-undang. Menurutnya kondisi ini praktis membuat aktivitas belajar mengajar menjadi terganggu. “Kami kadang dikunjungi berbagai LSM. Ternyata yang lain bisa baik-baik. Dan, kondusif,” pungkasnya. (fid/ila)