RADAR MAGELANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen mengeluarkan kebijakan baru soal kenaikan tarif retribusi pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kebumen Nomor 11 Tahun 2023 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam regulasi itu tertuang biaya retribusi pelayanan pasien umum puskesmas naik sebesar 50 persen. Dari semula Rp 10 ribu, kini menjadi Rp 15 ribu. Perubahan tarif ini mulai berlaku per 1 Januari 2024. “Tidak hanya karcis saja. Ya pelayanan, ya obat,” jelas Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes PPKB) Kebumen Iwan Danardono, Senin (8/1).
Iwan menjelaskan, kebijakan ini keluar setelah melalui berbagai pertimbangan. Antara lain penyesuaian harga bahan habis pakai (BHP). Menurutnya secara berkala BHP terus mengalami kenaikan. Padahal perangkat layanan kesehatan ini sangat penting untuk kegiatan mulai dari observasi, diagnosa, pengobatan, perawatan hingga rehabilitasi medik. “Pemenuhan BHP setiap tahun naik. Obat itu kan naik, selama tidak memberatkan,” jelas Iwan.
Pertimbangan lain adalah adanya penyesuaian tarif. Iwan menyebut, sejak 2017 tarif retribusi layanan kesehatan di Puskesmas belum mengalami kenaikan. Kendati begitu, kenaikan tarif tersebut tidak berlaku bagi pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan. “Jadi sudah enam tahun tidak naik,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kebumen Bambang Tri Saktiono menyatakan, kenaikan retribusi puskesmas perlu diimbangi dengan optimalisasi pelayanan terhadap masyarakat. Dia tak ingin kebijakan tersebut memberikan dampak terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Konsekuensinya, kata dia, dinas atau puskesmas memastikan pelayanan prima. “Jangan sampai masyarakat sedang sakit pelayanan asal-asalan. Tambah sakit nanti,” tandasnya.
Bambang mengatakan, pengaturan retribusi yang tertuang dalam perda tentu mempertegas berbagai aspek. Antara lain keadilan, kepastian, transparansi, akuntabel hingga efisiensi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan aspek tersebut. Dengan demikian penjabaran perda sebagai payung hukum dapat dilaksanakan sesuai tujuan awal pembentukan perda. “Harmonisasi perlu ada. Tapi jangan sampai abai pada tugas dan fungsi. Masyarakat tidak boleh dianak tirikan,” ucapnya. (fid/pra)