Neutron Yogyakarta

Muhammadiyah Puasa 30 Hari, NU dan Pemerintah 29 Hari

Muhammadiyah Puasa 30 Hari, NU dan Pemerintah 29 Hari

KORAN MAGELANG DIGITAL – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kebumen menyebut ada potensi perbedaan dalam penetapan awal Ramadan 1445 Hijriah. Hal ini terungkap saat pertemuan lintas sektor membahas rukyatul hilal dan penentuan jadwal imsakiyah, Selasa (27/2).

Pertemuan ini dihadiri segenap perwakilan dari organisasi islam, meliputi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kemudian perwakilan dari MUI dan pemerintah daerah serta perwakilan kampus di Kebumen. “Kemungkinan ramadan tahun ini awalnya akan berbeda. Karena dari Muhammadiyah, info awal puasa Senin (11/3). Pemerintah menunggu hisab rukyah. Yang lain menunggu,” beber Kepala Kantor Kemenag Kebumen Sukarno.

Sukarno menjelaskan, mekanisme penentuan awal ramadan berdasar dua metode. Yakni perhitungan secara astronomis atau hisab. Dan, penglihatan bulan sabit atau rukyatul hilal. Kedua metode ini di Indonesia sebagai pedoman dalam menentukan awal ramadan.

Pemerintah, kata Sukarno, tetap akan menunggu sidang isbat hasil dari rukyatul hilal di berbagai tempat. Lebih lanjut, meski penentuan awal ramadan ada perbedaan, namun dia menyebut untuk lebaran atau Idul Fitri tahun ini diprediksi akan sama. “Ahad 10 Maret ada rukyatul hilal di Pantai Pedalen. Itu tempat biasa kami untuk teropong hilal. Hasilnya menunggu,” ungkapnya
Lebih lanjut, fenomena perbedaan dalam mengawali maupun mengakhiri bulan Ramadan adalah bukan hal baru. Namun, dia mengimbau agar perbedaan ini tidak menjadi pemicu perselisihan.

Masyarakat diminta dapat memahami konsep dasar perbedaan sebagai sebuah fitrah dan kewajaran. “Muhammadiyah itu 30 hari, NU dan pemerintah itu 29 hari. Kemungkinan 1 Syawal itu sama. Jadi tidak usah membesarkan perbedaan,” tandasnya.

Tenaga Hisab Rukyah Kementerian Agama RI Muhammad Marufin Sudibyo menyampaikan, penentuan awal ramadan tidak mutlak menjadi wewenang pemerintah. Artinya pemerintah tetap menghargai penentuan awal puasa yang berkembang di masyarakat. “Misalnya kalau ada perhitungan tersendiri bahwa Selasa sudah masuk puasa tetap kami hormati. Nanti ada pengarahan dan pembinaan,” ujarnya.

Marufin menambahkan, hal yang perlu diperhatikan mestinya bukan soal perbedaan awal ramadan. Tapi penyamaan persepsi terkait batasan waktu salat, waktu imsak dan berbuka puasa. “Agar hasil perhitungan tetap mematuhi kaidag menyegerakan waktunya berbuka puasa dan mengakhiri waktu sahur,” kata pejabat Kementerian Agama asal Kebumen itu. (fid/pra)

Lainnya

Exit mobile version