Neutron Yogyakarta

Perbedaan Awal Puasa Lumrah, PCNU Ingatkan Tak Perlu Dibawa ke Ranah Politik

Perbedaan Awal Puasa Lumrah, PCNU Ingatkan Tak Perlu Dibawa ke Ranah Politik
Ketua PCNU Kebumen Dawamudin Masdar. (M Hafied/Radar Jogja)

KORAN MAGELANG DIGITAL – Ketua PCNU Kebumen Dawamudin Masdar tak mempersoalkan perbedaan pandangan tentang penentuan awal Ramadan 1445 Hijriah. Dia hanya mengingatkan agar perbedaan tersebut tidak dibawa ke ranah politik pasca Pemilu 2024.

Menurut Dawam, perbedaan awal puasa adalah hal lumrah. Bukan menjadi pemantik perpecahan antarelemen bangsa. Apalagi disangkutpautkan dalam konteks politik. Oleh karena itu, dia mengingatkan tentang pentingnya saling menghormati perbedaan. “Jangan dihubungkan yang ini 01 dan yang itu 02, atau 03. Tidak ada urusan,” katanya, kemarin (3/3).

Menurut Dawan, penetapan awal puasamurni karena prinsip dan keyakinan setiap organisasi atau kelompok masyarakat. Bukan terpengaruh arah pandangan politik. Perbedaan awal puasa juga didasari pada perbedaan metodologi perhitungan, yakni antara hisab dan rukyatul hilal. “Ya karena cara aja. Pemerintah sejak dulu kan pakai perhitungan rukyatul hilal,” ucapnya.

Dawam juga mengulas, bahwa NU sempat ada perbedaan awal puasa dengan pemerintah. Tepatnya ketika masa pemerintahan presiden Abdurahman Wahid alias Gusdur. Namun kondisi itu tidak menjadi persoalan berarti. Terkait NU, kata dia, tetap akan menunggu kabar dan instruksi dari pengurus pusat dalam menentukan Ramadan 1445 Hijriah. “29 Syaban atau 10 Maret sore. Kami tunggu dari PBNU. Itu rutinitas setiap mau puasa,” jelasnya.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kebumen Kebumen Sukarno menyebut tahun ini memang ada potensi perbedaan dalam penetapan awal puasa. Namun, dia mengimbau agar perbedaan ini tidak menjadi pemicu perselisihan. Masyarakat diminta dapat memahami konsep dasar perbedaan sebagai sebuah fitrah atau kewajaran. “Dari Muhammadiyah, info awal puasa Senin. Pemerintah menunggu hisab rukyah. Yang lain menunggu,” beber Sukarno.

Dia menerangkan, fenomena perbedaan mengawali maupun mengakhiri Ramadan adalah bukan hal baru. Kendati begitu, pemerintah tetap akan menunggu sidang isbat hasil dari rukyatul hilal di berbagai tempat. “Muhammadiyah itu 30 hari, NU dan pemerintah itu 29 hari. Kemungkinan 1 Syawal itu sama. Jadi tidak usah membesarkan perbedaan,” tandasnya. (fid/din)

Lainnya

Exit mobile version