KORAN MAGELANG DIGITAL – Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo tahun ini turun. Yakni, Rp 12,2 Miliar atau turun sekitar Rp 1,2 miliar dari tahun lalu.
Kabag Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Sekretariat Daerah (Setda) Purworejo Anggit Wahyu Nugroho menyampaikan, penurunan terjadi karena pendapatan cukai rokok menurun.
Sehingga, alokasi untuk daerah pun juga turun. Jumlah Rp 12,2 Miliar tersebut yang ada di APBD murni 2024. “Untuk, APBD perubahan 2024 akan kembali dialokasikan sejumlah Rp 2,363 Miliar. Itu terdiri dari SILPA (sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu) Rp 1,386 Miliar dan ada tambahan pagu dari Kemenkeu sejumlah Rp 977 juta,” ujarnya, kemarin (4/3).
DBHCHT merupakan dana bagi hasil dari APBN untuk dialokasikan ke pemerintah daerah. Yakni, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Untuk alokasinya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT yaitu dibagi menjadi tiga bidang. “Antara lain, bidang kesejahteraan masyarakat (kesmas) 50 persen, kesehatan 40 persen, dan penegakan hukum (gakkum) 10 persen,” sambungnya.
Adapun organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemkab Purworejo yang akan mendapatkan alokasi dana tersebut masih sama seperti tahun lalu. Bidang kesejahteraan masyarakat yakni Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsosdaldukkb), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), serta Dinas Perindustrian, Transmigrasi, dan Tenaga Kerja (Dinperintransnaker).
Kemudian, bidang kesehatan yakni Dinas Kesehatan, RSUD Tjitrowardojo, dan RSUD Cokronegoro Purworejo. “Untuk bidang gakkum yakni bagian perekonomian dan SDA selaku sekretariat DBHCHT Purworejo, Satpol PP dan Damkar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), serta Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik, dan Persandian (Dinkominfostasandi),” terang dia.
Harapannya, sesuai dengan fungsi penarikan cukai rokok oleh pemerintah. Yaitu, dengan DBHCHT dapat mengendalikan konsumsi tembakau menurunkan prevalensi merokok masyarakat. Ditambahkan, dengan adanya DBHCHT, eksternalitas dari rantai nilai produksi hingga konsumsi rokok bisa diminimalisasi dengan menyediakan sarana, prasarana, dan jaminan kesehatan yang dapat diakses oleh masyarakat.
Selain itu, masyarakat yang bekerja di budidaya tembakau dan industri rokok mulai mempunyai alternatif. Baik, komoditas pertanian maupun aktivitas ekonomi yang dapat menjaga tingkat kesejahteraannya. “Serta, masyarakat dapat mengkonsumsi barang kena cukai yang legal dengan menurunnya peredaran barang kena cukai ilegal di daerah khususnya rokok,” tandas Anggit. (han/din)