KORAN MAGELANG DIGITAL – Petani di Desa Temanggal, Kecamatan Adimulyo hanya bisa pasrah ketika melihat tanaman padi di areal persawahan terendam banjir. Mereka tak dapat berbuat banyak karena ancaman puso sudah di depan mata.
Alih-alih ingin merasakan momentum kenaikan harga beras. Namun semua mimpi itu kini tampaknya sirna akibat banjir melanda. Kondisi ini dirasakan setelah beberapa hari wilayah setempat diguyur hujan. “Buat beli benih padi aja sekarang mahal. Ditambah banjir. Tidak tertolong lagi ini tanaman,” kata petani Sutimah, Kamis (7/3).
Bagi Sutimah, ancaman gagal panen merupakan kesedihan tersendiri bagi para petani. Soalnya kondisi ini terus berlangsung setiap kali datang musim hujan. Bahkan, pada musim hujan kali ini dia mengaku sudah tiga kali menanam ulang padi karena selalu terendam banjir.
“Punya saya ada seratus ubin. Kena banjir semua. Sebelum ini sudah pernah tanam, tapi kena banjir. Saya harus beli benih lagi. Mau panen atau tidak pasrah sekarang,” ucapnya.
Kepala Desa Temanggal Ahmad Mujaki mencatat, ada sedikitnya 30 hektare areal sawah yang terendam banjir hingga terancam gagal panen.
Kondisi ini dipicu saluran irigasi atau sungai kurang berfungsi optimal akibat pendangkalan atau sedimentasi. “Sawah di sini ada sekitar 100 hektare. Yang kena banjir itu hampir separo. Ya itu karena sungai sudah tidak layak, air sampai meluap,” ujarnya.
Mujaki menyebut, kondisi banjir tahun ini terbilang cukup parah. Sebab, selain Desa Temanggal kondisi serupa juga dirasakan petani lain di desa tetangga.
Meliputi Desa Adimulyo, Kemujan Mangunharjo, Temanggal, Adiluhur, Caruban dan Kemujan. “Kalau ditotal sama lahan di desa lain ratusan hektare. Kami sudah laporan ke BBWS Serayu Opak sampai kantor pusat di Jogja,” katanya. (fid/pra)