Neutron Yogyakarta

3.438 Kursi SMP Masih Kosong, Penggabungan Sekolah Menjadi Salah Satu Solusi

3.438 Kursi SMP Masih Kosong, Penggabungan Sekolah Menjadi Salah Satu Solusi
Kursi SMP Masih Kosong Penggabungan Sekolah Menjadi Salah Satu Solusi.(GUNTUR AGA TIRTANA/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Seiring berakhirnya pendaftaran peserta didik baru (PPBD) tahun ajaran 2023-2024 jenjang pendidikan SMP, masih terdapat ribuan bangku kosong. Dari 10.722 kursi, jumlah pendaftar sebesar 7.334 siswa.
Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian SMP, Bidang SMP, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Gunungkidul Wahyudi mengatakan, total kuota bangku kosong tingkat SMP Negeri sebanyak 10.772. “Tidak semua terisi, ada 3.438 kursi kosong,” jelas Wahyudi Kamis (29/6/23).

Dia mengakui, krisis murid di Gunungkidul bukan merupakan hal baru. Populasi anak angkatan SD lebih sedikit dibanding dengan jumlah kursi yang disediakan. Akan tetapi meski secara global mengalami kekurangan murid, namun ada sekolah mampu memenuhi kuota. “Mayoritas kekurangan pendaftar, baik sekolah negeri maupun swasta,” ujarnya.

Baca Juga: Persaingan PPDB SMA/SMK Cukup Ketat, Sebagian Pendaftar Tergeser

Ditanya lebih jauh tentang krisis anak, menurutnya diperlukan kajian mendalam, apakah ada kaitannya dengan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Wahyudi mengakui, dalam beberapa tahun terakhir selalu ditemukan kasus bangku kosong pada jenjang SMP. “Korelasi program KB dengan penurunan jumlah populasi anak perlu kajian mendalam,” ucapnya.
Penurunan populasi anak terhadap angkatan sekolah juga terasa di bangku SS. Tahan ajaran ini dari total 452 SD, 137 diantaranya banyak ditemukan bangku kosong. Dari data itu, jumlah pendaftar hanya 7.210 anak. Sekolah kekurangan murid juga dialami swasta.

Kepala Disdik Kabupaten Gunungkidul Nunuk Setyowati mengakui hal tersebut. Dia menjelaskan, banyaknya bangku kosong akan berpengaruh terhadap optimalisasi layanan pendidikan. Untuk mengefektifkan pelayanan pembelajaran, sejumlah skema telah disiapkan. “Seperti program penggabungan sekolah atau regrouping,” kata Nunuk.

Baca Juga: Piagam Prestasi Ditolak, Ortu Lakukan Protes, PPDB Tingkat SMP Diwarnai Keluhan Wali Murid

Hanya memang, kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan secara serampangan. Dibutuhkan kajian mendalam agar tidak menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. “Wacana itu memang ada, tapi pelaksanaannya harus dikaji dengan benar,” ujarnya.

Seperti kasus regrouping SDN Tepus II yang dilakukan pada tahun lalu. Meski akhirnya terlaksana namun belakangan muncul persoalan baru. Program antar jemput pelajar eks SD Tepus 2 menggunakan kendaraan roda empat pasca regrouping terhenti ditengah jalan. Gara-garanya, bahan bakar minyak (BBM) yang disediakan tidak mencukupi.”Ini persoalan pendidikan seharusnya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,” kata seorang anggota DPRD Gunungkidul Hudi Sutamto. (gun/bah/sat)

Lainnya

Exit mobile version