RADAR MAGELANG – Kehadiran kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI) menjadi kekhawatiran tersendiri bagi dunia seni rupa. Akademisi di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta berharap supaya para seniman nasional bisa meningkatkan kemampuannya agar tidak kalah dengan bentuk modernisasi tersebut.
Rektor ISI Jogjakarta Timbul Raharjo mengatakan, AI menyadarkan para pegiat seni khususnya seni rupa untuk kembali ke manual. Karena seiring dengan berkembangnya teknologi, para seniman juga harus meningkatkan skill atau kemampuannya supaya bisa bersaing.
Baca Juga: Puluhan Pelajar Jogjakarta Kembangkan AI, Solusi Dinamika Masyarakat
Menurut Timbul, di tengah berkembangnya teknologi AI seperti sekarang, kreativitas tangan dari seorang seniman memang harus bisa melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh kecerdasan buatan. Sehingga kemudian tidak kalah dengan teknologi yang serba otomatis tersebut.
“Memang saya khawatir dengan kehadiran AI ini. Namun ada manual yang tidak bisa dijangkau di AI, contohnya seni dengan menggunakan tangan yang on the spot,” ujar Timbul saat ditemui Jumat (6/7/23).
Selain perlunya peningkatan kemampuan, Timbul menyebut, perkembangan seni rupa juga perlu tata kelola yang baik. Dalam upaya itu tentunya perlu harus ada sinergitas pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan komunitas. Serta perusahaan-perusahaan yang memiliki corporate social responsibility (CSR) dalam bidang seni.
Baca Juga: AI dan Edge Computing, Optimalisasi Indonesia Smart Nation
Adanya tata kelola dan kolaborasi stakeholder yang baik itu, kata Timbul, juga akan berdampak positif pada inovasi para seniman. Karena dapat membuat para seniman di Indonesia dapat menciptakan sesuatu yang baru dan unik secara berkelanjutan
“Selama ini sebenarnya sudah ada (tata kelola seni rupa, Red) namun belum termanajemen. Perannya masih sporadis,” ucap Timbul. (inu/eno)