RADAR MAGELANG – Gerakan zero sampah anorganik yang digaungkan Pemkot Jogja, kini diperluas juga ke sampah organik. Ini juga sebagai upaya juga menyusul penutupan TPST Piyungan Bantul.
Sekda Kota Jogja Aman Yuriadijaya mengatakan, gerakan zero sampah anorganik sudah relatif menunjukkan hasil setelah berjalan enam bulan sampai akhir Juni lalu. Gerakan itu mampu menurunkan sampah kota yang dibuang ke TPST Piyungan mencapai 87 ton per hari. “Sekarang saatnya pengelolaan organik akan kita lebih intensifkan,” katanya usai peletakan batu pertama Omah Maggot di Mendungan Giwangan Kota Jogja Selasa (25/7/23).
Salah satu strategi pengelolaan sampah organik seperti yang dilakukan kelompok tani masyarakat Mendungan Giwangan yaitu dengan peternakan maggot. Tujuannya adalah tentu untuk mengurangi sampah organik yang dibuang ke TPST Piyungan. Terlebih, Kota Jogja memiliki target pengurangan sampah ke Piyungan total 100 ton per hari sampai akhir tahun nanti baik anorganik dan organik. Diharapkan dengan salah satu pengelolaan sampah organik juga dapat berkontribusi mengurangi beban sampah yang dibuang ke Piyungan. “Kami akan mengupayakan bahwa gerakan zero sampah anorganik menjadi gerakan zero sampah anorganik plus karena yang mulai kita sentuh adalah organiknya,” jelasnya.
Baca Juga: Harga Pakan Ayam Tinggi, DKPP Bantul: Bisa Pakai Maggot
Dengan begitu, sebanyak 614 bank sampah yang ada di Kota Jogja saatnya didorong untuk mengoptimalisasikan pengelolaan sampah organik. Upaya ini juga untuk menjawab keterbatasan lahan di Kota Jogja. Pengelolaan sampah organik bisa dilakukan dengan bermacam-macam teknologi, bisa budidaya maggot, ember tumpuk, biopori berbasis rumah tangga, biopori jumbo, lusida dan masih banyak lagi lainnya. “Ini hanya salah satu teknologi pengelolaan sampah organik berbasis masyarakat. Ada 614 bank sampah termasuk salah satu di Mendungan berintegrasi dengan pengembangan sektor pertanian disebut integrated farming,” terangnya.
Ketua Kelompok Tani Mendungan Budi Santoso mengatakan, awalnya kelompok tani ini intens pada pertanian sayuran. Kemudian berkembang ada bank sampah, sehingga berintegrasi antara pertanian dengan bank sampah. Selama ini, limbah sampah dapur yang didapat dari warga dimanfaatkan menjadi pupuk dasar pertanian. “Sampah anorganik diproduksi menjadi cinderamata, sabun, minyak, dan lain-lain,” katanya.
Sementara, pengelolaan sampah organik dengan budidaya maggot sudah direncanakan jauh-jauh hari. Dan baru terlaksana perdana kemarin. “Sudah kita impikan mempunyai rumah maggot itu, dan bersinergi dengan dinas terkait,” jelasnya.
Baca Juga: Wow, Sampah Dapur Membeludag? Tenang, Maggot dan Ikan Bawal Solusinya
Menurutnya, sampah dapur yang dihasilkan dalam satu RW sekitar 200 kepala keluarga itu akan dimanfaatkan sebagai makanan maggot yang dibudidaya. “Dari maggot itu bisa kita olah dalam satu RW sekitar 50 kilogram,” tambahnya.
Menurutnya, secara ekonomi dengan budidaya maggot bisa dirubah tepung untuk kesehatan, untuk makanan, untuk ternak. Pun secara ekonomi mendongkrak dan yang terpenting memanfaatkan limbah. “Pasarnya bagus, misal untuk makanan ikan saja itu butuh maggot banyak. Sekarang bibit sekitar 10 kilogram perdana ini,” imbuhnya. (wia/pra)