RADAR MAGELANG – Sebanyak 20 peserta kategori anak dan remaja mengikuti festival dalang anak dan remaja, sekaligus pentas wayang kulit dan wayang golek yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIJ yang bekerjasama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) DIJ di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Kegiatan tersebut berlangsung sejak 25 Juli dan berakhir hari ini.
Kepala Dinas Kebudayaan DIJ Dian Lakshmi Pratiwi menyebut, kegiatan ini adalah bagian dari proses penting dalam perjalanan untuk mewujudkan regenerasi dalang-dalang muda di DIJ. Pembinaan pedalangan muda di daerah yang ditampilkan dalam ruang pentas bersama dimaknai untuk peningkatan kapasitas agar lebih berkembang.”Nanti akan difasilitasi untuk maju pada tingkat nasional,” jelasnya, Kamis (27/7/23).
Selain itu festival ini juga menjadi bagian dari evaluasi hasil pembinaan di tingkat kabupaten kota serta ruang penjaringan bakat-bakat khusus di bidang pedalangan di DIJ. Peserta berasal dari seluruh DIJ.Mereka dibagi dalam kelompok usia 8 tahun sampai d 15 tahun dan remaja 16 tahun sampai 20 tahun.
Baca Juga: Dalang Perempuan, Anisyah Padmanila Sari Awalnya Tak Kenal Dunia Wayang
Salah satu juri festival Fani Rickyansyah optimistis dengan regenerasi dalang yang ada di wilayah DIJ.Hal tersebut diyakini dengan banyaknya bermunculan generasi-generasi baru yang antusias belajar dan juga ragam sanggar yang masif mengajarkan pedalangan. Ada lima penilaian dalam festival ini, yakni sanggit, catur, iringan, sabet, dan penyajian. Sanggit tentang penyusunan naskah cerita. Catur adalah segala sesuatu dialog dan narasi dalang. Iringan meliputi keselarasan gamelan dan suluk dalang. Sabet segala sesuatu gerakan dari boneka wayang dan penyajian meliputi satu kesatuan dari keseluruhan sajian itu sendiri.
Salah satu peserta kategori remaja Dzul Fadhlil Azhim mengaku senang an antusias mengikuti festival ini. Sebab dapat mengasah kemampuan mendalangnya. Fadhlil mengaku dikenalkan pada dunia wayang sejak usianya masih belia. Seingatnya, ketika TK pertama kali diajak bapak nonton wayang di Bangsal Sri Manganti. “Lama kelamaan menjadi suka dan belajar mendalang kelas 3 SD sampai sekarang,” ujar siswa kelas 3 SMKN 1 Kasihan Bantul tersebut.
Alih-alih menargetkan juara, Fadhlil lebih berfokus untuk memberikan penampilan yang maksimal dan tidak mau terbebani dengan keharusan juara.,”Jadi fokus di penampilan saja. Urusan juara saya anggap bonus saja jika memang dapat,” tutupnya (iza/din)