Neutron Yogyakarta

Libatkan Swasta Sediakan Lahan Parkir Berizin

Libatkan Swasta Sediakan Lahan Parkir Berizin
TANAH KERATON: Pengunjung menaiki tangga menuju parkiran motor di TKP ABA, Jogja, kemarin (3/8). TKP ABA akan diubah menjadi RTH dan dikembalikan ke Keraton Jogja 2025. (ELANG KHARISMA/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Pengembalian aset Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) kepada Keraton Jogja sebagai pemilik lahan, dilakukan dua tahun ke depan sesuai dokumen perencanaan awal. Lahan itu bakal diubah menjadi ruang terbuka hijau (RTH) untuk mendukung perencanaan Malioboro sebagai low emission zone (LEZ) atau zona rendah emisi 2025 mendatang.

Kepala Dinas Perhubungan DIJ Ni Made Dwipanti Indrayanti mengatakan, lahan eksisting TKP ABA merupakan sultanaat ground (SG) atau tanah kasultanan. “Kalau 2025 kita serahkan ke Keraton, kan ada kekancingan,” katanya kemarin (3/8/23).

Ni Made menjelaskan sejauh ini pihaknya hanya mengikuti dokumen perencanaan yang sudah disepakati dengan UNESCO untuk penataan sumbu filosofi. Sesuai dokumen perencanaan, eksisting TKP ABA saat ini akan dimanfaatkan sebagai RTH. Sejalan dengan program itu, Dishub harus mulai melakukan persiapan.

“Memang secara dossier itu tidak lagi dipergunakan sebagai tempat parkir, tapi sebagai ruang terbuka hijau. Jadi ya sejalan dengan itu kami juga harus mempersiapkan diri,” ujarnya.

TKP ABA memang didirikan bersifat tidak untuk permanen, namun temporary atau sementara. Dari aspek bangunannya pun dengan sistem knock down karena sembari menunggu perencanaan 2025 mendatang.

“Bukan kemudian itu salah persepsi ya. Kami tidak memindahkan ABA menjadi tempat parkir di tempat lain lho ya. Itu bukan menjadi kewenangan kita lagi untuk mengurus itu,” tandasnya.

Dia menyebut, penambahan untuk penyediaan parkir saat ini memang sudah ada di Ketandan. Namun, upaya itu disebut bukan berarti memindahkan aktvitas parkir Abu Bakar Ali ke kawasan pecinan itu.

Namun demikian, jika ada lahan yang memadai untuk memindahkan bangunan temporary itu di tempat lain, tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan. Hanya harus melihat aspek kekuatan bangunan itu apakah bisa dipindahtempatkan.

“Melihat posisi dari bangunannya, dari kekuatannya, apakah kita bisa menggunakanya di tempat lain. Siapa tahu kita punya lahan untuk bisa kita gunakan lagi, kan begitu,” jelasnya.

Kendati begitu, pada prinsipnya penyiapan lahan parkir semua bisa dipenuhi dari pemerintah. Demikian pula perlunya keterlibatan pihak swasta bagaimana dalam menyiapkan lahan parkir. Maka peluang kerja sama dengan swasta dibuka. Dengan catatan tempat parkir yang berizin, bukan ilegal. “Cuman tidak bisa kemudian jadi (tempat parkir) ilegal. Swasta buka sendiri dengan tarif yang tidak pasti,” terangnya.

Terlebih, sudah ada regulasi Perda Kota Jogja berkaitan dengan pengelolaan parkir dan tarif parkir itu sendiri. Maka pengelolaan parkir harus berizin. Ketika swasta memiliki ruang atau lahan untuk parkir, sejatinya mereka harus berizin dulu melalui asesment, baik dari sisi tata kota maupun tata ruang memungkinkan tidaknya untuk dijadikan lahan parkir. Kemudian berseragam dan lain sebagainya.

“Jadi bukan kemudian orang pakai rompi orange langsung nyegatin, nggak gitu juga. Tidak bisa sembarangan juga, semuanya dijadikan tempat parkir. Kalau parkir-parkir komunal itu kan bisa jadi pinggir Malioboro banyak hotel. Hotel-hotel itu kerja sama kan bisa,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekprov DIJ Beny Suharsono mengatakan hingga saat ini pemprov masih berupaya mencarikan tempat parkir alternatif untuk menggantikan TKP ABA. Namun, upaya pencarian lokasi-lokasi yang dianggap potensial untuk dijadikan kantong parkir masih berjalan. (wia/laz)

Lainnya