Neutron Yogyakarta

Dituntut Jaksa 1,5 Tahun, Divonis Hakim Empat Tahun Penjara

Dituntut Jaksa 1,5 Tahun, Divonis Hakim Empat Tahun Penjara
JAUH LEBIH BERAT: Terdakwa kasus korupsi RSUD Wonosari Aris Suryanto saat mendengarkan putusan majelis hakim di PN Jogja, tadi malam (14/8). Khairul Ma'arif/Radar Jogja

JOGJA – Terdakwa korupsi di RSUD Wonosari, Gunungkidul, Aris Suryanto, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jogja, kemarin (14/8). Sidang dimulai sore hari hingga berakhir tadi malam pukul 21.00 di Ruang Chandra. Sidang dipimpin Hakim Ketua Agus Setiawan dengan dua hakim anggota Tri Asnuri Herkutanto dan Elias Hamonangan.

Dalam sidang ini, terdakwa Aris hadir secara langsung ke persidangan. Aris mengenakan pakaian serba hitam saat duduk di kursi pesakitan. Dalam vonis yang dibacakan majelis hakim, mantan pejabat RSUD Wonosari itu mendapat putusan yang lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Humas PN Jogja Heri Kurniawan mengatakan, Aris secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dalam dakwaan primernya. Hakim menjatuhkan pidana empat tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.

Heri menambahkan, dalam putusannya majelis hakim menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Aris dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Selain itu, dalam amar putusan lainnya Aris tetap ditahan.

Tentu vonis yang diberikan hakim jauh lebih berat dibanding tuntutan JPU yang hanya 1,5 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta. Penyebab utama bedanya vonis hakim dengan tuntutan JPU adalah dasar pasal dalam menjerat terdakwa.

Heri mengungkapkan, JPU menggunakan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan majelis hakim menggunakan Pasal 2 Ayat 1 Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Perbedaan itu karena majelis hakim berlandaskan ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 RUMUSAN HUKUM KAMAR PIDANA, huruf F Perubahan SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tentang nilai kerugian keuangan negara. “Berdasarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2012, menentukan jika nilai kerugian keuangan negara di atas Rp 100 juta dapat diterapkan Pasal 2 Ayat (1) namun jika nilai kerugian keuangan negara kurang dari Rp 100 juta dapat diterapkan Pasal 3,” tegas Heri.

Penasihat hukum terdakwa Teguh Sri Raharjo mengklaim pembelaannya selama ini untuk kliennya tidak pernah digubris majelis hakim. Utamanya terkait nominal uang kerugian yang terjadi atas tindak pidana korupsi. Padahal, ketika dipastikan persoalan kerugian negara tidak sepenuhnya selesai. “Masa ada cash tunai sebesar pecahan Rp 28,” ucapnya.

Kendati begitu, Teguh mengaku tetap akan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada Aris. Hal itu karena kliennya tegas menyatakan banding usai dijatuhkan vonis. Banding sudah diajukan ke Pengadilan Tinggi DIJ. (cr3/laz)

Lainnya