Neutron Yogyakarta

Living Museum di 14 Kemantren Rayakan 11 Tahun UU Keistimewaan DIJ

Living Museum di 14 Kemantren Rayakan 11 Tahun UU Keistimewaan DIJ
DOLANAN BOCAH: PJ Wali Kota Jogja Singgih Raharjo saat menjajal permainan tradisional di Pendapa Ndalem Pakuningratan, Kamis (31/8/23).Alfi Annissa Karin/ Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Tahun ini, Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIJ menyentuh usia 11 tahun. Pemkot Jogja punya cara tersendiri dalam merayakannya. PJ Wali Kota Jogja Singgih Raharjo menyebut 14 kemantren di wilayahnya turut serta merayakan 11 tahun UU Keistimewaan DIJ. Perayaan ini dikemas dalam bentuk gelaran bertajuk Babat Siti Kemantren. Ke-14 kemantren serentak menyajikan cerita sejarah, potensi daerah, hingga kekhasan masing-masing melalui Living Museum.

“Ini 14 kemantren luar biasa, seluruh Kota Jogja tidak hanya memperingati, tapi ini juga menjadi even bergengsi yang bisa menjadi daya tarik wisatawan,” katanya saat ditemui di Pendapa Ndalem Pakuningratan, Kamis (31/8/23). Menurut Singgih, selama ini Pemkot Jogja telah gencar melakukan upaya pelestarian budaya. Ini dilakukan lewat berbagai gelaran even unggulan berbasis budaya yang diinisiasi oleh Kundha Kabudayan Kota Jogja, Kraton, maupun Pura Pakualaman.

Baca Juga: GKR Hemas Minta Keistimewaan DIJ Dimasukkan Kurikulum

Namun, bagi Singgih ada yang lebih penting dari pelestarian. Kebudayaan, lanjutnya, harus diarahkan untuk bisa menjadi penggerak ekonomi. Ke-14 kemantren diyakini bisa menjadi daya tarik wisata yang potensial jika dipromosikan sebagai even pariwisata berbasis budaya.”Nyata bahwa kebudayaan bisa menimbulkan kesejahteraan itu dari sisi pemanfaatan. Kalau hanya upaya pelestarian pasti cost oriented, anggaran terus dikucurkan karena fungsi pelestarian bukan untuk ekonomi, bukan untuk kesejahteraan,” katanya.

Selain pelestarian dan pemanfaatan, budaya yang menjadi kekhasan DIJ juga harus dikembangkan. Ini lantaran Singgih menilai budaya bersifat dinamis. Sehingga, masyarakat tak hanya berhenti pada budaya-budaya masa lalu. Namun, juga bisa melakukan pengembangan-pengembangan budaya yang selaras dengan perkembangan zaman.

Mantri Pamong Praja Kraton Sumargandi menjelaskan dalam rangka memperingati sebelas tahun Undang-Undang Keistimewaan DIJ pihaknya menggelar Living Museum di Pendapa Ndalem Pakuningratan. Even ini dikemas dalam tajuk Njeron Beteng Living Museum. Pengunjung disuguhi bentangan kain yang berisi cerita sejarah. Mulai dari sejarah Njeron Beteng, penjelasan filosofi pakaian gagrak Ngayogyakarta, hingga penjelasan mengenai unggah-ungguh Bahasa Jawa. “Ini masih awal karena potensi di Kemantren Kraton itu kalau dibuat living museum bisa berhari-hari. Ini baru awal, masih uji coba karena kalau diuraikan akan semakin panjang,” katanya.

Baca Juga: Sejak Panembahan Senopati hingga Keistimewaan DIJ

Sumargandi menambahkan, 11 tahun Undang-Undang Keistimewaan DIJ harus bisa dimaknai oleh masyarakat, utamanya warga Kemantren Kraton. Ini karena Keraton punya kaitan yang erat dengan DIJ. “Sebelas tahun DIJ ini agar dimaknai berdirinya Jogjakarta itu dimulai dari berdirinya Keraton Jogjakarta. Banyak sekali sejarah yang bisa memberikan kontribusi ke Indonesia. Generasi penerus kita itu agar tahu,” ungkapnya. (isa/pra)

Lainnya

Exit mobile version