RADAR MAGELANG – Mantan Lurah Caturtunggal Agus Santoso menjalani sidang perdana terkait penyalahgunaan tanah kas desa (TKD). Terdakwa Agus menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jogja dengan agenda pembacaan dakwaan kemarin (4/9). Djauhar Setyadi bertindak sebagai hakim ketua dibantu dua hakim anggota Tri Asnuri dan Binsar Pantas.
Sidang dimulai sekitar pukul 14.45 dan terdakwa Agus hadir langsung ke dalam ruangan. Ia mengenakan pakaian putih dan celana hitam serta memakai peci. Di ruang sidang, banyak anggota masyarakat yang datang untuk melihat jalannya proses peradilan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Toni Wibisono membacakan dakwaan untuk terdakwa Agus. Ia menyampaikan, Agus membantu Direktur PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino dalam penyalahgunaan TKD Caturtunggal.
“Telah melakukan, menyuruh melakukan atau serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara yang dilakukan oleh terdakwa,” kata JPU.
Dalam prosesnya, Robinson melanggar aturan Pasal 59 Pergub DIJ 2017 tentang Pemanfaatan TKD saat menggunakan di Caturtunggal. Disebutkan dalam aturan itu, setiap pengguna tanah TKD dilarang mengalihkan izin kepada pengguna lain, menambahkan keluasan TKD yang sudah ditetapkan dalam izin, menggunakan TKD sebagai rumah tempat tinggal, menggunakan TKD bersawah irigasi yang dialihfungsikan.
“Bahwa atas perbuatan Robinson di atas, terdakwa Agus Santoso mengetahui PT Deztama Putri Sentosa tidak mematuhi hal-hal yang diatur dalam Kepgub 43 Tahun 2016 tentang pemberian izin kepada pemerintah desa,” tambah JPU.
Seusai sidang, penasihat hukum terdakwa Agus, Layung Purnomo mengatakan ada tiga poin utama dalam sidang. Pertama, terkait adanya dugaan penyalahgunaan izin gubernur, kedua dugaan sewa TKD yang belum dibayar, dan ketiga adanya penunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Menurutnya, pada sidang berikutnya ia akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Keberatannya terhadap dakwaan pelanggaran pergub maupun perda, dan bagaimana cara penegakan hukumnya. “Ini yang akan kami kupas di dalam eksepsi kami. Pidana itu alternatif akhir digunakan,” ucapnya kepada wartawan.
Layung menegaskan setiap perda ataupun pergub memiliki aturan diselesaikan dengan aturan itu sendiri sebelum menggunakan pasal Tipikor. Dia akan menguji terkait penegakan hukum soal dasar perda dan pergub yang membuat kliennya terseret.
Sidang dilanjutkan Selasa (12/9) dengan agenda pembacaan eksepsi. Dalam kesempatan ini, Agus meminta sidangnya bisa dilaksanakan secara online. Layung mengaku hal itu diminta kliennya atas dasar kesehatan. Namun, hal itu masih menunggu keputusan majelis hakim terlebih dahulu. (cr3/laz)