Neutron Yogyakarta

HB X  Izinkan TKD untuk Selesaikan Sampah, TPST Piyungan Dibuka tapi dengan Pembatasan

HB X  Izinkan TKD untuk Selesaikan Sampah, TPST Piyungan Dibuka tapi dengan Pembatasan
Pengguna jalan melintas di dekat tumpukan sampah yang dibuang secara sembarangan oleh warga, di Jalan Tentara Rakyat Mataram, Kota Jogja, kemarin (4/9). (Guntur Aga/Radar Jogja)

RADAR JOGJA – Penutupan TPST Piyungan, Bantul, akan berakhir hari ini (5/9). Pembuangan sampah dibuka kembali dengan pembatasan kuota. Meski kebijakan ini sudah berjalan, skema pembatasan tetap dilanjutkan.

Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X meminta wilayah Kartamantul (Jogkakarta, Sleman dan Bantul) tetap melakukan desentralisasi mandiri. Ia mengatakan, kebijakan setelah 5 September pembuangan sampah ke TPST Piyungan bisa dibuka.

Piyungan tetap bisa menampung sampah, namun terbatas. “Loh kita tetap bisa dibuka, tetap bisa menampung tapi terbatas,” katanya saat ditemui di Kompleks Kepatihan Jogja, kemarin (4/9).

Pembatasan sampah yang masuk ke TPST Piyungan itu sebanyak 180 ton per hari, di antaranya Kota Jogja 100 ton per hari, sisanya Bantul dan Sleman. Kabupaten dan kota diminta masih harus menyelesaikan sampah yang diolah di masing-masing wilayah.

Raja Keraton Jogja ini menilai persoalan pengolahan sampah menjadi tanggung jawab wilayah kabupaten maupun kota.  “Karena sampah kan wewenang kabupaten kota, bukan provinsi. Provinsi kan hanya memfasilitasi,” ujarnya.

Namun demikian, HB X tak hanya tinggal diam. Tanah Kasultanan yang dikelola desa atau tanah kas desa (TKD) diizinkan untuk menyelesaikan masalah sampah. Baik untuk pembuangan sampah sementara maupun proses pengolahan sampah.

“Kami sudah mengizinkan beberapa TKD untuk berproses menyelesaikan masalah sampah. Karena kita sudah memberikan lahan, sekarang sudah berproses,” jelasnya.

Ayah lima puteri itu telah memberikan lahan kasultanan yang dikelola desa di setiap kabupaten, termasuk Kota Jogja. Diharapkan lahan itu tidak hanya didiamkan namun dimanfaatkan, salah satunya mengatasi darurat sampah.

Sehingga, sebagaian TKD akan jadi tempat untuk memproses pengolahan sampah maupun pembuangan sampah di wilayah. Dengan jumlah keluasan masing-masing. “Tapi semuanya kan baru kira-kira akhir tahun. Akhir tahun peralatan dan sebagainya baru datang,” terangnya.

Kendati begitu, operasionalnya baru optimal sekitar akhir tahun ini. Sebab, baru tahap persiapan pengadaan alat pengolah sampah. Seperti Kabupaten Bantul akan memulai pengolahan pada Desember mendatang dengan pengadaan dua mesin pengolah sampah. Di mana setiap mesin akan dapat mengelola sampah 40-60 ton per hari. Asumsi dengan dua mesin berarti sampah yang diolah per hari mencapai 80 ton.

“Kota juga pesan dua alat masing-masing 60 ton, berarti 120 ton. Demikian juga Sleman, semua berproses. Ini kan butuh anggaran tidak sekali jadi. Sampai tiga tahun untuk nambah mesin sesuai dengan sampah yang ada,” bebernya.

Meski pembuangan sampah dibatasi ke TPST Piyungan, HB X berupaya membiasakan wilayah mandiri dalam pengelolaannya. Karena pembatasan akan berlanjut, tak hanya untuk jangka pendek melainkan jangka panjang. Sehingga wilayah Kartamantul tidak terlena dengan TPST Piyungan, mengingat saat ini sudah mulai melebihi kapasitas.

“Nanti semua diolah di kabupaten, bukan di Piyungan lagi. Memang tanggung jawab mereka. Mengko nek soyo nganu tak tutup menehNek ora dipekso ora mlaku (nanti kalau tidak dipaksa, tidak jalan) itu aja,” tambahnya.

Sebelum darurat sampah ini, wilayah kabupaten/kota dianggap masih manja dan belum serentak desentralisasi. “Kalau sekarang melakukan (pengolahan mandiri) kan nyatanya bisa, akhirnya mau investasi alat. Kan gitu, yang tadinya opo opo Piyungan-Piyungan,”  tambahnya. (wia/laz)

Kota Dapat Kuota 127 Ton Per Hari

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja Sugeng Darmanto menuturkan, produksi sampah Kota Jogja yang dibuang ke TPST Piyungan kini tercatat 107 ton. Ini berdasarkan rekonsiliasi penimbangan sampah di Kota Jogja akhir Agustus lalu.

Meski penutupan TPST Piyungan hanya sampai 5 September, pada 6 September operasionalnya tak benar-benar dibuka sepenuhnya. Pembatasan pembuangan sampah di Piyungan tetap dilakukan.

“Karena konstruksinya tetap selesai pada Oktober. Sehingga nanti di tanggal 6 (September) itu kita hanya dapat kuota sekitar 127 ton per hari,” kata Sugeng kepada wartawan di Balai Kota Jogja, kemarin (4/9).

Menurut Sugeng, jumlah ini ekuivalen dengan jumlah sampah yang dibuang dari Kota Jogja ke TPST Piyungan dan Kulon Progro. Menyusul kembali beroperasinya TPST Piyungan, Sugeng memastikan 14 depo sampah di Kota Jogja terus dibuka. Jam buka depo juga diperpanjang, pukul 06.00-13.00.

Selain itu, ada juga tiga  TPS tambahan, di antaranya di TPS Sisingamangaraja, TPS Tamansari, dan TPS Hayam Wuruk. Masing-masing TPS dapat menampung hingga 5-6 ton atau 10 ton jika sampai meluber ke jalan.

“Di depo-depo tertentu sore harinya masih bisa kita beri kesempatan, seperti di Pengok tidak ada batas waktunya. Kalau warga membuang sampah, masyarakat tinggal menghubungi linmas yang ada di depan, buangnya lewat belakang. Meskipun sudah kita berikan jadwal 06.00 sampai 13.00 WIB, beberapa depo seperti di Pengok dan Mandala Krida sore masih dipersilakan,” jelasnya.

Meski depo sampah telah dibuka, PJ Wali Kota Jogja Singgih Raharjo mengakui masih ada tumpukan sampah di sejumlah lokasi. Jumlah titiknya pun bervariasi. Sejak akhir Agustus hingga awal September tumpukan sampah muncul di 20-29 titik pemubuangan sampah ilegal di Kota Jogja. “Tapi volume di titik-titik itu terus menerus terjadi pengurangan,” kata Singgih.

31 Pelanggar Disidangkan

Kepala Satpol PP Kota Jogja Octo Noor Arafat menuturkan pihaknya telah melakukan penindakan yustisi terhadap pembuang sampah sembarangan. Pelanggar akan diproses secara hukum melalui proses persidangan. Penindakan telah dilakukan sejak 1 September 2023. Octo menyebut hingga saat ini telah ada 31 pelanggar yang ditindak yustisi. Seluruhnya merupakan warga Kota Jogja.

“Jalan Batikan ada satu pelanggar, Jalan KH Ahmad Dahlan 7 pelanggar dan Jalan Kusumanegara total hingga pagi hari tadi ada 22 pelanggar,” ujar Octo kepada wartawan di Balai Kota Jogja, kemarin (4/9).

Ke-30 pelanggar itu, kata Octo, merupakan pelaku pembuang sampah tidak pada tempat sampah yang tersedia. Dikenai Pasal 33 huruf F Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Proses persidangan rencananya dilakukan Rabu (6/9). Sementara satu pelanggar lainnya ditemui di Jalan Wahid Hasyim.

“Pelanggar di Jalan Wahid Hasyim dikenai Pasal 33 huruf E, yakni membakar sampah tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah,” tambahnya.

Sebelumnya, Satpol PP Kota Jogja juga telah melakukan penindakan. Total ada emapt pelanggar yang seluruhnya merupakan warga luar Kota Jogja. Dari keempatnya berhasil terkumpul denda sebesar Rp 540 ribu.

PJ Wali Kota Jogja Singgih Raharjo mengatakan, selain melakukan pengamatan secara langsung, pihaknya juga memanfaatkan keberadaan CCTV. Tidak hanya dipasang di depo, CCTV juga dipasang di lokasi-lokasi pembuangan sampah ilegal. Singgih menyebut, upaya ini dilakukan untuk memetakan pelaku dan seberapa sering pelaku membuang sampah di lokasi pembuangan ilegal.

“Kita pasangi, sehingga kami bisa mengidentifikasi siapa dan berapa kali (membuang sampah) karena satu orang bisa tiga kali datang membuang sampah. Naik sepeda atau sepeda motor. Bisa kami lihat di situ,” ujarnya. (isa/laz)

Lainnya