Neutron Yogyakarta

Nguri-uri Budaya, Bukan Ajak Siswanya Menikah Muda

Nguri-uri Budaya, Bukan Ajak Siswanya Menikah Muda
LESTARI: Prosesi temu manten dalam simulasi pernikahan adat Jogja di SMAN 1 Sentolo, kemarin (4/9). (HENDRI UTOMO/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – SMAN 1 Sentolo, Kulon Progo, mantu. Ya, kemarin (4/9) nuansa di sekolah itu berbeda. Tidak terlihat seperti layaknya gedung sebuah lembaga pendidikan, tapi justru tampak seperti orang sedang menggelar hajatan.

Ternyata, SMAN 1 Sentolo sedang menggelar simulasi prosesi pernikahan adat Jawa. Tujuan kegiatan ini tentu tidak untuk mengajak siswa-siswinya untuk menikah muda. Tetapi lebih mengenalkan siswa kepada tradisi atau budaya luhur dalam muatan kearifan lokal di tengah modernisasi dewasa ini.

“Kami ingin terus menjaga budaya yang adiluhung ini. Pada tema 1 ini kearifan lokal dan diperankan anak-anak kelas 10. Untuk siswa kelas 11 ada kegiatan sendiri bertema kebinekaan dengan tema umum angesti budi memayu hayuning budoyo,” ungkap Kepala SMAN 1 Sentolo Didik Asmiarto.

Prosesi manten adat Jawa gagrak Ngayogyakarta Ini merupakan rangkaian HUT Ke-44 SMAN 1 Sentolo sekaligus Pekan Seni Budaya 2023 dan Panen Karya Kearifan Lokal. Sebelumnya juga dilakukan lomba-lomba dan pentas seni serta kegiatan tentang budaya di seluruh Indonesia. “Kami ingin mengantarkan anak-anak didik kita ke pintu kesuksesan tanpa harus meninggalkan akar budaya,” jelasnya.

Kepala Balai Pendidikan Menengah Kulon Progo Heru Santoso mengapresiasi kegiatan kali ini. Menurutnya, pengabdian dewan guru di SMAN 1 Sentolo patut dibanggakan. Tidak hanya mentransfer ilmu akademik kepada siswa, tetapi juga tetap menjaga budaya dan kearifan lokal hingga mewarnai siswa dalam proses pembelajaran sehari-hari.

“Mari adik adik, ikuti apa yang menjadi layanan pendidikan di sekolah ini dengan baik. Sehingga bisa melanjutkan pendidik di jenjang yang lebih tinggi. Usia 44 tahun bukan umur yang muda lagi, teruslah berikan layanan pendidikan terbaik bagi anak-anak,”  ucapnya.

Devanda Putra Yoga, siswa kelas X D mengaku senang bisa mengikuti prosesi nikah adat Jogjakarta ini. Kebetulan dirinya menjadi mempelai laki-laki dalam skenario pernikahan pura-pura itu.

“Banyak sekali istilah dan prosesi dalam pernikahan adat Jogjakarta ini. Tentunya kami menjadi lebih tahu dan paham, termasuk makna yang terkandung dalam setiap prosesi yang dilaksanakan,” ungkap Devanda. (tom/laz)

Lainnya

Exit mobile version