Neutron Yogyakarta

Sleman 135 Ton, Bantul Hanya 90 Ton

Sleman 135 Ton, Bantul Hanya 90 Ton
MENUMPUK: Pengendara motor melintasi tumpukan sampah di kawasan Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping Selasa (5/9/23). ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA

RADAR MAGELANG – Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Piyungan resmi dibuka secara terbatas kemarin (6/9). Hanya saja, kuota pembuangan sampah dari Sleman dan Bantul turut dibatasi. Bumi Sembada mendapat jatah 135 ton, sedangkan Bumi Projotamansari 90 ton per hari.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman Epiphana Kristyani mengatakan, kuota pembuangan yang diperoleh hanya untuk 27 truk sampah per hari. Kuota itu diberikan untuk angkutan sampah milik pemerintah dan penyedia jasa angkut sampah swasta.

Mengingat jumlahnya pembuangan cukup terbatas, dia akan berkoordinasi penyedia jasa pembuangan sampah agar dibuatkan jadwal. Selain itu, dinas juga mendorong agar masyarakat bisa mengolah sampah secara mandiri. Seperti dengan melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik. Sehingga kemudian sampah yang dibuang ke TPST Piyungan bisa berkurang.

“Karena TPSS Tamanmartani juga sudah ditutup, sehingga (untuk pembuangan, Red) kita hanya dapat memanfaatkan kuota di TPA Piyungan,” ujar Epiphana kemarin (6/9).

Sementara itu, Kepala DLH Bantul Ari Budi Nugroho menyebtu, Kabupaten Bantul sebelumnya mampu membuang sampah ke TPST Piyungan sekitar 140-160 ton. Namun saat ini, hanya dibatasi 90 ton per hari. “Kami upayakan hanya sampah residu yang dibuang (ke TPST Piyungan, Red),” tegasnya.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih pun menegaskan, tidak akan menghentikan perbaikan pengelolaan sampah yang ada di Kabupaten Bantul. Karena pembukaan TPST Piyungan hanya bersifat sementara, sebab masih menggunakan cara lama yaitu sanitary landfill. “Di mana sampah hanya ditumpuk, lama kelamaan akan penuh. Pada akhirnya akan ada darurat sampah lagi kalau kita hanya menggunakan TPST Piyungan,” katanya.

Oleh karena itu, Bantul bersih sampah pada 2025 terus diupayakan. Melalui pembangunan TPST di Modolan, Niten, hingga Murtigading yang akan segera diselesaikan. Dengan harapan, sampah akan selesai di desa.

Halim juga menginstruksikan, kalurahan hingga padukuhan untuk memanfaatkan dana Program Pemberdayaan Berbasis Masyarakat Padukuhan (P2BMP) untuk membuat pengelolaan sampah yang tuntas di dusun. Caranya masing-masing rumah tangga membuat jugangan sampah organik untuk menanam sisa-sisa makanan. Jika tidak memiliki lahan yang cukup, padukuhan diminta membuat jugangan komunal khusus untuk rumah tangga. “Sampah anorganik dipilah satu per satu, nanti banyak yang beli untuk didaur ulang. Tinggal memikirkan sampah residual, di mana itu tugas DLH untuk membakarnya habis dengan teknologi sederhana,” jelasnya.

Dia menilai, jika skenario itu berjalan, maka TPST Piyungan tak lagi dibutuhkan dalam jangka panjang. Tapi mungkin masih akan menggunakan TPST Piyungan dalam jangka pendek. “Dari pada kita menggantungkan metode sanitary landfill yang pasti akan menggunung, lebih baik kita belajar membuat suatu budaya baru pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, lebih permanen dan memiliki masa depan,” pesannya. (inu/tyo/eno)

Lainnya