Neutron Yogyakarta

Untuk Tempati Bekas Makan Kerkhof Harus Menanti 28 Tahun

Untuk Tempati Bekas Makan Kerkhof Harus Menanti 28 Tahun
SEMRINGAH: Setelah menanti 28 tahun lamanya, warga RT 07/RW VI Kelurahan Magersari, telah mendapatkan hak soal status tanah dan bangunan perumahan sub-inti. Termasuk Wawan, yang memiliki dua tanah.Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Rutin membayar Rp 500 ribu per bulan, sejak 1995 hingga 2010 lalu, tak otomatis warga RT 07/RW VI Kelurahan Magersari, Magelang Selatan bisa mendapatkan haknya. Hingga akhirnya pada 2023 ini mereka mendapatkan kejelasan status tanahnya. Hingga bisa mengurus kepemilikan ke BPN.

NAILA NIHAYAH, MAGELANG

Raut semringah tercetak jelas di wajah 40 warga. Lantaran mendapat kejelasan soal status tanah dan bangunan perumahan sub-inti yang ditempatinya. Sebab mereka telah menanti selama 28 tahun agar status tanah dan bangunannya benar-benar atas nama mereka.

Seorang warga Wawan Zahono Bhirawanto mengaku bersyukur karena Pemkot Magelang memberikan hak kepemilikan tanah dan bangunan kepada 40 warga Kelurahan Magersari. “Kami sudah menunggunya sejak 1995 sampai sekarang. Kira-kira 28 tahun. Saya bangga dan bersyukur karena pak wali kota betul-betul memperhatikan kami,” terangnya, Kamis (7/9/23).

Baca Juga: Sebanyak 40 Warga Magelang Selatan Dapat Kejelasan Status Tanah dan Bangunan

Dia menyebut, status tanah yang kini ditempatinya merupakan aset dari pemkot yang merupakan bekas makam Kerkhof. Dahulu, dia melakukan perjanjian sewa beli dengan membayar Rp 500 per bulan dan pembayarannya harus lunas pada 2010. Setelah lunas, status tanah dan bangunannya belum kunjung diselesaikan.

Seperti diketahui, perumahan itu dulunya dibangun oleh Pemprov Jawa Tengah. Namun, menggunakan tanah Pemerintah Kotamadya Dati II Magelang. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan perubahan bagi warga golongan ekonomi lemah, utamanya warga yang berpenghasilan tidak tetap.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Magelang Susilowati menuturkan, perumahan sub-inti di Magersari itu dibangun pada tahun anggaran 1993/1994 yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah. Kemudian, ditempati oleh warga dengan status sewa beli sistem angsuran harian selama 15 tahun.

Baca Juga: Realisasi Investasi Kota Magelang Naik 16 Persen Per Tahun

Adapun jangka waktu perjanjian 15 tahun terhitung mulai tanggal 1 Februari 1995 hingga 1 Februari 2010. Hanya saja, sampai dengan masa perjanjian sewa beli telah berakhir, penyerahan tanah dan bangunan perumahan sub-inti kepada warga yang berhak, belum dapat dilakukan. “Karena adanya beberapa permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” katanya.

Sesuai rekomendasi dari tim pemeriksa BPK 2019, BPKAD Kota Magelang melakukan penelusuran dokumen dan pencatatan tanah dan bangunan ke dalam daftar barang milik daerah dan neraca daerah. Termasuk melakukan penelitian dan verifikasi dokumen-dokumen bukti perolehan hak yang sah serta dapat dipertanggungjawabkan.
Hasilnya, Peraturan Wali Kota Magelang Nomor 12 Tahun 2022 sebagai payung hukum penyelesaian perkara tersebut. Selanjutnya, ada langkah Pemkot Magelang, warga, pemangku kepentingan, dan DPRD Kota Magelang untuk pemindahtanganan aset tanah dan bangunan. Barulah penandatanganan berita acara serah terima tanah dan bangunan.

Susilowati menyebut, berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, warga penerima hak dapat mendaftarkan sertifikat ha katas tanah ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Magelang. Dengan begitu, warga benar-benar mendapat kepastikan hukum atas tanah yang dimaksud.
Dia menambahkan, proses pemindahtanganan barang milik daerah kepada warga dibiayai dengan APBD Kota Magelang. “Sedangkan untuk proses pendaftaran sertifikat hak harus dibiayai secara mandiri oleh warga karena sesuai ketentuan, tidak dapat dibiayai dari APBD. Biayanya sekitar Rp 600 ribu,” sebut Susilowati.

Baca Juga: Puluhan Umat Tri Dharma Ikuti Ritual Keng Hoo Ping di Magelang

Sementara itu, Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz mengutarkan, pemkot telah menyerahkan hak berupa status tanah dan bangunan kepada warga sepenuhnya. “De facto sudah diserahkan. Tinggal nanti de jure-nya. Seperti pembuatan sertifikat oleh mereka sendiri. Masing-masing satu orang kenanya Rp 600 ribu,” bebernya. (pra)

Lainnya

Exit mobile version