RADAR MAGELANG – Tujuh pelaku usaha pelanggar pemanfaatan tanah kas desa (TKD) dilakukan penindakan dengan tindak pidana ringan (tipiring). Mereka menyalahi aturan memanfaatkan TKD tanpa mengantongi izin gubernur DIJ. Semuanya dikenai denda, Rp 15 juta dan Rp 5 juta.
Kepala Satpol PP DIJ Noviar Rahmad mengatakan, ketujuh pelaku itu telah melanggar Perda DIJ Nomor 2/2017 tentang Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Ketujuh pelanggar itu berada di tujuh lokasi TKD yang semuanya berada di Kabupaten Sleman.
“Jadi kalau yang tidak ada indikasi tindak pidana korupsi (tipikor)-nya, kami lakukan penindaakan dengan tipiring. Kemarin ada tujuh lokasi yang kena tipiring dengan denda,” ungkapnya saat ditemui di Kompleks Kepatihan Jogja, kemarin (11/9).
Noviar menjelaskan dari tujuh pelanggar tersebut, dua lokasi dikenakan denda Rp 15 juta, sementara sisanya atau lima orang masing-masing didenda Rp 5 juta. Besaran denda berdasarkan luasan lokasi.
“Hakim memutuskan Rp 15 juta dua lokasi. Sisanya (lima lokasi masing-masing) hakim memutuskan hanya Rp 5 juta, karena luasannya lebih kecil. Dendanya masuk kas daerah,” ujarnya.
Menurutnya, denda maksimal para pelanggar izin TKD sejatinya bisa mencapai maksimal Rp 50 juta. Ketentuan sanksi denda itu tercantum dalam Pasal 23 huruf R Perda DIJ Nomor 2/2017. Dalam pasal disebutkan, selain dikenakan denda, ada juga ancaman sanksi pidana kurungan selama tiga sampai enam bulan.
Penindakan secara yustisial terhadap penyalahgunaan TKD dilakukan, sebagai bentuk keseriusan dalam memberantas praktik penyalahgunaan pemanfaatan TKD. “Kalau untuk TKD baru mulai Juli-Agustus, nah dalam minggu-minggu kita tipiring lagi,” jelasnya.
Dari tujuh lokasi itu ada yang sudah disegel, ada pula yang belum. Namun langsung ditindak tipiring. “Dan kita minta untuk segera mengurus izin setelah didenda oleh pengadilan,” tambahnya.
Saat ini sudah ada enam penyewa TKD lain yang dalam proses pemanggilan. Satu untuk rumah hunian, lainnya tempat usaha. Mereka akan dimintai klarifikasi. Jika indikasinya hanya pelanggaran soal perizinan, maka akan diproses secara yustisial atau tipiring.
Namun jika ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan TKD, maka penanganan kasusnya akan diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ. “Kalau yang indikasinya cuma pelanggaran izin, kembali pada Perda 2/2017 tentang tanpa ada izin, itu larinya tipiring. Yang masuk kejaksaan yang tipikor,” terangnya.
Sejauh ini 21 objek bangunan ilegal di atas TKD yang disegel Satpol PP DIJ, satu di antaranya penanganan kasusnya diserahkan ke Kejati DIJ. Ini terkait kasus mafia tanah kas desa di Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman.
Ini karena ada indikasi tipikor yang melibatkan pihak swasta yakni Robinson Saalino selaku direktur utama PT Deztama Putri Sentosa yang mengelola perumahan di atas TKD di Nologaten dan Lurah Caturtunggal Agus Santoso. Keduanya tengah menjalani proses persidangan. Kasus ini juga menyeret Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIJ Krido Suprayitno karena menerima gratifikasi dan sudah berstatus sebagai tersangka.
“Karena kalau kita bawa ke ranah hukum semua, kita kewalahan, nggak cukup personelnya untuk menyidik. Satu kasus aja Robinson selaku terdakwa ada 43 orang saksi yang harus di BAP. Agus Santosa juga ada 40-an, Krido sekian puluh orang juga yang dijadikan saksi. Jadi panjang prosesnya,” tandasnya.
Oleh karena itu penertiban masih difokuskan di wilayah Sleman. Kendati begitu, penertiban juga akan menyasar kabupaten lainnya. “Kami akui ini masih di Sleman, nanti kami juga akan merambat ke lokasi lain,” tambahnya. (wia/laz)