Neutron Yogyakarta

Warga Gunungkidul Pertahankan Adat Rasulan

Warga Gunungkidul Pertahankan Adat Rasulan
BANYAK MAKANAN - Warga Siyono Wetan, Siyono, Playen saat menggelar acara rasulan beberapa waktu lalu.GUNAWAN/Radar Jogja 

RADAR MAGELANG – Setiap tahun di Kabupaten Gunungkidul ada acara rasulan. Ini adalah pesta makan besar sebagai bentuk syukur atas atas hasil panen petani. Rasulan sendiri asal kata dari Rosulullah atau dalam keyakinan agama Islam adalah manusia pilihan Allah yang menerima wahyu untuk diamalkan sendiri dan wajib disampaikan kepada umatnya.
Rosul, oleh warga selanjutnya dimakanai sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Keteladanan Rosulullah berupa kebiasaan berbagi, bersedekah terus lestari hingga sekaranag karena manfaatnya terasa sampai hati terdalam.

Seorang budayawan CB Supriyanto mengatakan, jadwal rasulan di masing-masing pendukuhan atau kelurahan tidak sama. Namun patokannya setelah musim panen tiba, atau sekitar Mei sampai dengan Agustus.”Kenapa muncul rasul? Nah itu kan karena satu titik menyebutkan rasul, yang lain bersih desa, yang lain merti dusun, kan macem macem. Tetapi memang lebih dikenal rasulan dan bersih desa,” kata CB Supriyanto.

Pada saat acara rasulan, masyarakat petani khususnya mengeluarkan uba rampe. Dulu namanya kewilujengan dan seterusnya dikumpulkan di satu titik kemudian dhahar bareng (makan bersama), pulang bawa berkat (nasi kenduri).”Nah pulangnya itu dibagikan kepada keluarga atau bagi mereka yang tidak hadir,” ujarnya.

Baca Juga: Penyaluran Bantuan Pangan CBP Masih Berlanjut, Terbanyak Sasaran di Gunungkidul

Pakem menu rasulan, bentuknya ada yang tumpeng, dan sego wuduk (nasi gurih dalam tenggok). Belakangan kemasan rasulan kemasannya menarik, dan bisa bisa diwariskan ke generasi berikutknya.”Maka dikemas secara upacara adat dengan bentuk pertunjukkan yang diadakan setelah panen,” jelasnya.

Pada daerah tertentu, misalnya wilayah Gubug gede Ngalang, Gedangsari masyarakat bisa pulang atau mudik bertepatan dengan saat acara rasulan atau bersih desa.”Suasana ramenya setara dengan lebaran,” ucapnya.

Menurutnya, rasulan merupakan suatu contoh untuk berbagi. Berbagi atau sodakoh supaya nanti panennya lebih baik, pegawai kenaikan gaji dan permohonan doa lainnya.
“Rasulan bukan suatu tradisi melainkan adat,” ungkapnya.

Baca Juga: Menyesuaikan Anggaran, Jumlah TPS Pilkada 2024 di Gunungkidul Berkurang 500 Titik

Adat rasulan berpotensi untuk dijadikan wisata. Contoh di Nglanggeran, Patuk dan Gubug Gede pelaksanaan tidak hanya upacara saja tapi juga berhari hari ada pementasan dan pameran produk.Upacara adat itu dikemah supaya tidak hanya menjadi kebudayaan lisan saja tapi juga berpotensi dalam perkembangan ekonomi.
“Seperti Ngalang kemarin pelaksanaan nya 20 hari di Gubug Gede,” jelasnya.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta waktu lalu juga menghadiri upacara adat rasulan di sejumlah wilayah.”Kami meminta agar tradisi rasulan ini terus dipertahankan. Karena bisa menjadi karakter dan ciri khas dari masyarakat Gunungkidul,” kata Sunaryanta. (gun/din)

Lainnya

Exit mobile version