RADAR MAGELANG – Ribuan orang tumplek blek menyaksikan prosesi keluarnya gunungan dalam Garebeg Mulud yang diselenggarakan Keraton Jogjakarta Kamis (28/9). Mereka pun memadati Masjid Gedhe Kauman tempat beberapa gunungan diperebutkan untuk masyarakat umum.
Masyarakat rela sejak pagi menunggu prosesi arak-arakan keluar dari Keraton Jogja menuju Masjid Gedhe. Meski cuaca terik dan berdesakan, hal itu tak mengurangi antusiasme untuk mengikuti gelaran tradisi ini ini. Sekitar pukul 10.30, gunungan mulai dikeluarkan.
Salah seorang abdi dalem Keraton Jogja Gatot menjelaskan, total ada tujuh gunungan yang diarak dalam Garebeg Mulud ini. Sebanyak lima gunungan di antaranya masuk ke dalam kawasan Masjid Gedhe Kauman. Sisanya dibawa ke Kompleks Kepatihan dan Pura Pakualaman.
“Gunungan dikawal 10 bregada prajurit. Ada empat bregada yang masuk ke pelataran Masjid Gedhe,” kata Gatot saat ditemui di Masjid Gedhe Kauman, kemarin (28/9).
Dia menuturkan, prosesi gunungan ada sejak zaman Kerajaan Demak. Awalnya, gunungan tidak diperebutkan seperti saat ini. Masyarakat yang ingin mendapatkan uba rampe gunungan hanya perlu duduk di lapangan dan menunggu petugas untuk membagikan. “Karena ada perubahan di masyarakat kita, sekarang tidak sabar kalau harus menunggu dibagikan,” tambahnya.
Bagi Gatot, ada alasan tersendiri mengapa masyarakat rela berdesakan di tengah cuaca panas demi berebut gunungan. Hasil rayahan yang didapatkan itu dipercaya bisa mendatangkan berkah. Sebagian orang, lanjut Gatot, bahkan mempercayai hasil gunungan punya kekuatan magis.
Ia menyebut, percaya jika hasil gunungan ditempatkan di tempat berdagang maka dagangan akan laris. Begitu juga jika diletakkan di sawah akan menjauhkan tanaman dari hama. “Itu adalah kepercayaan kurang mendasar,” katanya.
Padahal, menurut Gatot, hasil bumi hingga makanan ringan hanya pas jika ditata dalam bentuk gunungan. Jika diletakkan begitu saja di keranjang misalnya, dikhawatirkan isi di bagian bawah akan rusak.
“Gunungan biasanya berisi sayuran hasil kebun, hasil bumi, hasil pertanian, hasil ternak. Ada makanan ringan rengginang ketan yang dikeringkan,” jelasnya.
Garebeg Mulud ini turut menarik perhatian warga negara asing yang tengah berada di Jogjakarta. Salah satunya warga Jepang bernama Rio. Dia mengaku antusias mengikuti gelaran ini.
Dia juga baru kali pertama melihat prosesi gunungan ini. Beruntung Rio bisa mendapatkan salah satu bagian gunungan meski ukurannya kecil.
“Saya rasa ini luar biasa karena orang-orangnya sangat ramai dan saya bersyukur bisa dapat sebagian dari isi gunungan itu,” kata mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia UNY ini. (isa/laz)