RADAR MAGELANG – Sebanyak 7.000 lurah dan pamong kalurahan se-DIJ memenuhi kawasan Monumen Jogja Kembali (Monjali), Sabtu (28/10). Mereka secara seksama mengikuti dan mendengarkan Sapa Aruh Raja Keraton Sultan Hamengku Buwono (HB) X sekaligus gubernur DIJ.
HB X mengatakan, seiring semangat Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi, inilah tugas lurah dan pamong yang tergabung dalam Paguyuban Lurah dan Pamong Kalurahan se-DIJ Nayantaka.
Yakni, untuk menjadi kekuatan moral, turut meredam konflik emosional, mengajak masyarakat serta memberdayakan Jagawarga untuk menjaga pesta demokrasi dengan mengedepankan nurani, nalar, dan akal sehat.”Semua hanya bisa terlaksana, apabila lurah dan pamong mengedepankan sikap netral, mengedepankan kondusivitas dan kohesi sosial,” katanya.
Baca Juga: 7.000 Lurah dan Pamong Kumpul di Monjali, Ingin Dengar Sapa Aruh Sultan Jelang Pemilu 2024
Dengan sikap ini, harapannya rakyat tidak terkotak-kotak hanya karena berbeda calon dan aspirasi. Apalagi, hujat-menghujat dan bermusuhan karena berada di pihak yang berbeda kubu dan partai.
Masyarakat menginginkan kemajuan dan kemartabatan bangsa. Bukan menjadikan pemilu sekadar ajang perebutan kekuasaan semata. Maka, dia mengajak menyerukan kata damai untuk pemiihan serentak ini. Bagaimanapun, pemilihan serentak lebih dari sekadar olah-politik, pemilu adalah juga olah-budaya untuk meningkatkan mutu budaya-demokrasi, agar tumbuh subur dan kuat mengakar menjadi budaya-rakyat.
Menurut Raja Keraton Jogja itu, suasana nyaman dan aman itu mestinya dibangun layaknya suasana sebuah keluarga besar masyarakat Jogjakarta yang berbudaya dan berkeadaban.
Mewujudkan pemilihan serentak yang berbudaya, adalah dengan mengendalikan konflik sosial.Hal ini agar terhindar dari intrik dan intimidasi, provokasi, pelecehan, ujaran kebencian, berita bohong, politik SARA dan politik uang, atau pun pencemaran nama baik. “Kalau pola ini diikuti, niscaya, gejolak sosial yang mewarnai proses pemilu dapat diminimalisasi,” jelasnya.
“Maka Insya Allah, pemilihan serentak akan merekatkan kohesi sosial dan integrasi kebangsaan, seiring ikhtiar segenap komponen bangsa dan rakyatnya, membangun peradaban Indonesia yang panjang dawa pocapane, punjung luhur kawibawane,” tegasnya.
Menurutnya, Pemilu 2024, tidak semata-mata digelar untuk mengisi jabatan presiden dan wakil presiden, serta kursi-kursi dewan yang terhormat. Tetapi juga proses pembelajaran politik untuk mendewasakan berdemokrasi. Juga titik tolak awal estafet kepemimpinan menuju Indonesia yang sejahtera, berkeadilan, dan bermartabat.”Oleh karena itu, gareget Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi diharapkan menjadi pemantik kohesi, yang mampu melindungi masyarakat dari destruksi sosial-politik,” terangnya.
Baca Juga: Simpang Empat Monjali Hilang
HB X mengatakan, lurah memiliki hak suara untuk memilih atau menggunakan suaranya. Namun, ini tidak boleh berlebihan hingga mengarah keberpihakan pada pihak politik tertentu. “Itu kan beda-beda, Pak lurah. Kalau melu kampanye, ora usah,’’ katanya.
Menurutnya, yang lebih bagi para lurah adalah mengondisikan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya tapi bersikap netral. Lurah dan pamong harus mengedepankan sikap netral, mengedepankan kondusivitas dan kohesi sosial.
Hal ini agar masyarakat tak tercerai berai meskipun ada keberpihakan politik tertentu atau memiliki perbedaan suara. Pun perkara lurah memiliki hak suara dan menentukan pilihan, tak perlu harus ikut campur untuk berpolitik praktis.”Perkara dirinya punya hak untuk menentukan pilihan, ya silakan saja. Tapi, kalau terjadi polarisasi, nanti yang repot lurah sendiri,” ujarnya.
Ketua KPU DIJ Ahmad Shidqi mengatakan, dalam Peraturan KPU 15/2023 tentang kampanye pemilihan umum disebutkan salah satu pihak yang tidak boleh jadi pelaksana dan peserta kampanye adalah kepala desa dan perangkat desa. “Memang nggak boleh untuk menjadi peserta ikut kampanye,” katanya.
Baca Juga: Simpang Empat Monjali Hilang
Dalam aturan itu, jika terbukti terjadi perbuatan melanggar ketentuan larangan, maka ada sanksi sesuai dengan Undang undang yang mengatur mengenai pemilu dan peraturan perundang-undangan lainnya. “Bawalsu akan memberikan sanksi. UU Pemerintahan Desa juga ada aturannya sendiri. Di aturan PKPU memang tdak boleh ASN, PNS, perangkat desa, perhakiman itu tidak boleh menjadi peserta kampanye),” bebernya.
“Bawalsu punya tugas dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap berjalannya peraturan PKPU itu,” imbuhnya.
Lurah Kalurahan Sambirejo Prambanan Sleman Wahyu Nugroho menanggapi, terkait netralitas lurah sebagai pemangku keistimewaan sudah sangat tepat. Sebagai pemangku keistimewaan sekaligus tokoh masyarakat di tingkat paling bawah harus bisa menjaga polaritas, keamanan, kenyamanan di masyarakat.
Baca Juga: Sang Saka Merah Putih Selimuti Puncak Monjali
Terlebih, di dalam lingkup masyarakat terdiri dari beberapa padukuhan. Setiap padukuhan bisa saja mempunyai komitmen masing-masing dengan berbagai partai politik. “Kami sebagai lurah harus bisa mendamaikan seluruh elemen di antara masing-masing partai politik itu yang berada dimasing-masing padukuhan atau kelompok-kelompok masyarakat yang di antara kalurahan,” kata Sekretaris Nayantaka Bidang Reformasi Birokrasi Kalurahan dan Urusan Keisitimewan ini.
Bagaimana jika ada calon legislatif maupun partai politik yang diam-diam mendekati? Menurutnya, lurah harus pandai-pandai menempatkan diri. Lurah pun pada dasarnya adalah pilihan dari berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari beberapa tokoh dari beberapa partai politik. Sehingga ketika lurah lebih cenderung memilih kepada satu partai politik saja dianggap justru akan menurunkam elektabilitasnya sebagai lurah itu sendiri. “Harus tetap menjadi seorang tokoh yang memayungi semua elemen,’’ imbuhnya. (wia/din)