RADAR MAGELANG – Kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuat para Aktivis Gerakan Jogjakarta berkolaborasi dengan seniman ketropak tobong mementaskan sebuah lakon berjudul Mahkamah Kongkalikong, di Gedung DPRD DIJ, Senin (6/11). Lakon ini mengangkat isu nepotisme dalam putusan MK tentang syarat capres dan cawapres.
Pimpinan Produksi Ketoprak Mahkamah Kongkalikong Widihasto Wasana Putra menuturkan, lakon ini digarap dalam tiga hari. Melibatkan Nano Asmaradono sebagai penulis naskah, sekaligus sutradara. Selain itu juga melibatkan para aktivis dan juga seniman ketoprak tradisi di Jogjakarta.
“Mengangkat satu lakon yang saat ini sedang kontroversi di tengah masyarakat yakni keputusan Mahkamah Konstitusi yang menambahi narasi syarat calon presiden tidak hanya berusia minimal 40 tahun tapi juga pernah menjabat atau sedang menjabat sebagai kepala daerah yang melalui proses pemilihan umum,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPRD DIJ.
Baca Juga: Kecewa Putusan MK, Aktivis dan Seniman Ketoprak Jogjakarta Pentaskan Mahkamah Kongkalikong
Keresahan dihadirkan dalam setiap naskah lakon ketoprak. Seperti adanya seorang Ketua Mahkamah Konstitusi yang ternyata ipar dari Lurah Negara Antah Berantah. Hingga bujukan untuk mengubah konstitusi terkait syarat menjadi Lurah.
Anak sang Lurah digambarkan sebagai seorang Dukuh. Selain itu juga diajukan oleh Sang Lurah untuk menjadi Wakil Lurah periode berikutnya. Tentunya syarat batas usia tertutupi dengan pengalaman memimpin daerah Padukuhan.
“Putusan ini banyak menuai protes di masyarakat. Kami pun melakukan protes dengan menggelar pentas, karena sarat dengan konflik kepentingan. Ada hakim MK bahkan ketuanya memiliki relasi kepentingan dengan pihak yang mengajukan gugatan,” katanya.
Baca Juga: Tiga Ribu Butir Pil Koplo Disita Polresta Jogjakarta
Hasto menilai aksi itu jelas mencederai konstitusi di Indonesia. Belum lagi wujud demokrasi ternoda dengan adanya nepotisme kepentingan politik. Dia mengklaim tidak sedikit masyarakat yang kecewa atas keputusan ini.
Dia mengibaratkan cara ini layaknya order baru gaya baru. Rela menggunakan berbagai cara demi melanggengkan kepentingan politik dan dinasti, sehingga dianggap akan menyengsarakan rakyat ke depannya.
“Kalau cara seperti ini dibiarkan, praktik-praktik permainan rekayasa kongkalikong dibiarkan akan mengembalikan lagi situasi ke zaman orde baru dulu. Aturan konstitusi diotak-atik hanya sekadar melegitimasi kepentingan dari kekuasaan,” ujarnya.
Baca Juga: Gelar Silaturahim Kebangsaan, Persatuan Umat Beragama Jogjakarta Komitmen Jaga Persatuan
Dengan adanya pementasan ini dia berharap keputusan MK dapat dianulir. Setidaknya dapat membuka mata masyarakat atas penyalahgunaan kewenangan. Terutama atas berubahnya konstitusi terkait Pemilu 2024.
“Kami berharap dengan pentas ini semakin menyuarakan penolakan masyarakat terhadap keputusan MK dan harapan kami keputusan MK itu kemudian bisa dianulir dan kembali ke kondisi sebelum diputuskan oleh MK,” harapnya. (dwi/laz)