RADAR MAGELANG – Tetap eksis dan teguh merawat anak-anak telantar. Ini yang dilakukan Rumah Pengasuhan Anak (RPA) Wiloso Projo di Jalan Gowongan Lor, Gedongtengen, Kota Jogja. Bangunannya berada di perkampungan warga, tepat di ujung gang. Tak jauh, berdiri sejumlah hotel bintang karena lokasinya yang berdekatan dengan Tugu Pal Putih.
KHAIRUL MA’ARIF, Jogja
RPA Wiloso Projo merupakan unit pelayanan teknis (UPT) di bawah naungan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Jogja. Fokusnya melakukan pengasuhan terhadap anak telantar yang setiap tahun jumlahnya tidak sedikit.
RPA Wiloso Projo sudah berdiri sejak 1 Desember 1939 yang diprakarsai istri Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Charda Statenburg. Perang Dunia II selesai, Belanda menyerahkan ke Pemerintah Kasultanan Ngayogyakarta.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha RPA Wiloso Projo Anisusilohadi menyampaikan, anak telantar mendapat bimbingan mental dan spiritual dengan kegiatan keagamaan. Ada juga bimbingan fisik berolahraga dan bimbingan sosial serta konseling dengan pekerja sosial dan pendamping anak.
Selain itu, dilakukan perawatan dan pengasuhan dengan aksesibilitas kebutuhan anak di bidang pendidikan dan kesehatan. “Kami juga melakukan pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan dengan membuat kerajinan tangan, kesenian dan tata boga,” katanya kepada Radar Jogja (6/11).
Setiap anak telantar di Kota Jogja bisa mendapat pengasuhan di RPA Wiloso Projo. Setiap anak mendapat perawatan, mulai kebutuhan sehari-hari dan untuk keperluan sekolahnya.
Baca Juga: Kabar Baik, Kedua Pemain Asing PSIM Jogja Kemungkinan Bisa Bertanding Melawan PSKC Mendatang
Sementara itu, pekerja sosial (Peksos) di RPA Wiloso Projo Umi Sangadah menceritakan suka dukanya menjadi pengasuh. Sebagai peksos dia memposisikan anak-anak di RPA ini seperti anak kandungnya sendiri. Mayoritas anak yang diasuh memiliki latar belakang kurang baik dari lingkungan keluarganya. “Ada yang broken home atau mendapat kekerasan, sehingga ingin tinggal di sini,” tuturnya.
Umi tidak berjaga 24 jam di RPA ini. Tetapi jika ada anak yang mengalami sakit pada malam hari sekalipun, dia akan bersiaga dan datang kembali untuk membawanya ke rumah sakit jika diperlukan. Menurutnya, hanya untuk anak-anak telantar yang dirawat dan di sekolahkan di Wiloso Projo.
Semua kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh Dinsosnakertrans, untuk keperluan sekolahnya. Saat ini ada 13 anak telantar yang berada di RPA Wiloso Projo. Jumlahnya menurun dibanding pada 2022 yang ada 25 anak.
Umi menyebut mengalami penurunan karena ada beberapa anak yang sudah keluar. “Biasanya balik ke keluarganya jika sudah kondusif atau karena sudah bekerja sehingga dapat memenuhinya,” katanya.
Baca Juga: Update Proyek Tol Jogja-Solo, Pelaksana Proyek Mulai Kerjakan Pelebaran Jalan
Rentang waktu di RPA ini tidak bisa disamaratakan. Ada anak yang dari SD hingga SMA. Ada juga dari SD hingga SMP. Pada dasarnya anak yang diasuh dibatasi hingga pada masa selesai SMA atau sederajat. Kapasitas yang dapat dirawat sebanyak 22 anak.
Lulus dari SMA sederajat biasanya ada yang kuliah atau kerja. Umi mengungkapkan, pendampingan dilakukan terus-menerus untuk memulihkan mental anak yang terdampak dari peristiwa yang dialaminya. Setidaknya membutuhkan sekitar waktu tiga bulan untuk setiap anak yang dapat kembali riang gembira.
Mayoritas anak yang baru tiba di RPA Wiloso Projo murung dan pendiam, karena menjadi tempat barunya. “Ya, kami anggap anak-anak itu seperti anak kami. Kami membayangkan mengalami seperti anak di sini, jadi pelan-pelan kami tumbuhkan percaya diri,” jelasnya.
Baca Juga: PSIM Jogja Gagal Revans dan Salip si Kuda Hitam
Umi mengaku tidak pernah mengalami tindakan kasar dari anak-anak asuhnya. Terkadang hanya ada yang emosional, tetapi setelah dinasihati, selanjutnya lebih baik lagi dan bersosial. Diakui ada yang ngeyel dan sulit diatur. Dia juga berperan sebagai wali murid karena memang anak yang diasuh semuanya bersekolah.
Dia mengaku ada sejumlah anak yang pernah diasuh dan sudah bekerja, datang ke RPA Wiloso Projo untuk sekadar bertamu. Ada yang membawa buah tangan untuk anak-anak yang masih diasuh. “Kalau ke sini bawa kue untuk adik-adiknya. Kadang ada yang membantu dan mengajak anak-anak bermain ke tempat wisata,” katanya. (laz)