RADAR MAGELANG – Kawasan TPST Piyungan bakal diubah menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Hal ini menyusul batalnya investasi Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) berupa pengadaan teknologi baru untuk pengolah sampah oleh Pemprov DIJ.
Staf Ahli Gubernur DIJ Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kuncoro Cahyo Aji mengatakan, langkah ini diambil sesuai arahan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X investasi KPBU tidak lagi menjadi opsi. Sehingga zona transisi satu dan dua tidak akan lagi menerima sampah. Dan sampah yang ada, akan diolah.
“Kalau yang sudah ditumpuk atau ditutup tanah itu tidak diapa-apain,” katanya Rabu (8/11).
Kuncoro menjelaskan rencana metode pengolahan sampah di zona transisi ini dengan cara dikeringkan. “Jadi bahan bakar,” tegasnya.
Sejalan dengan ini, pihaknya juga tengah berupaya mendiskusikan dengan pabrik-pabrik yang menggunakan bahan bakar batu bara atau bahan bakar kayu. Agar mau menerima Refused Derived Fuel (RDF) dari TPST Piyungan.
“Hanya ini nanti perlu ada penelitian kira-kira kalorinya masuk nggak dari hasil sampah yang dipadatkan itu. Ini kan akan dimulai di Taman Martani,” jelasnya.
Menurutnya, sudah ada 10 desa/kalurahan yang menjadi wilayah percontohan desentralisasi mandiri. Desentralisasi 2024 sudah dirintis dan di-launching pertama kali di Sardonoharjo, Sleman. “Jadi nanti (pengolahan sampah, Red) selesai di tingkat kalurahan,” ujarnya.
Baca Juga: Pemprov DIY Batal Ajukan Utang Daerah Untuk Pengadaan Alat Pengolahan Sampah TPA Piyungan
Tahap awal desentralisasi mandiri ini, hanya menyasar 13 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di Kabupaten Sleman dan Bantul. “Jadi, jumlah penduduk dikalikan konstanta. Kalau Sleman kita kalikan 0,7 dan Bantul 0,6 kali jumlah penduduk keluarnya ton per hari (sampah yang harus tekelola, Red),” rincinya.
Untuk Kulon Progo, lanjutnya, baru akan dikoordinasikan. Sedangkan Kota Jogja, akan mengoptimalkan di Nitikan. “Kemungkinan di setiap depo yang besar dan yang jauh dari penduduk akan dioptimalkan,” katanya.
Pengolahan sampah yang dilakukan melalui desentralisasi ini dipilah organik dan anorganik. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos maupun maggot. Sedangkan sampah anorganik bisa dipilah untuk dijual kembali. Dia optimis ini bisa berjalan efektif mengurangi volume sampah.
Sebelumnya, Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X berharap, kabupaten/kota tetap bisa menjalankan desentralisasi pengelolaan sampah. “Kami akan coba memindahkan persyaratan untuk mendapatkan pinjaman atau bantuan sosial dalam rangka pengelolaan sampah,” ujarnya. (wia/eno)