
RADAR MAGELANG – Berawal dari tugas akhir saat kuliah hingga ia kini menjadi dosen. Ya, Arvin Claudy Frobenius masih terus konsisten untuk mengembangkan Gablind, sebuah kacamata yang diproyeksikan untuk tunanetra.
FAHMI FAHRIZA, Sleman
Gablind atau glasses for blind adalah produk yang awalnya datang sejak tahun 2015. Yakni dari sebuah tugas akhir kuliah milik Arvin Claudy Frobenius yang saat ini menempati posisi CEO Gablind dan dibantu Ilham Hasnur Ridho, kini COO Gablind.
Tugas kuliah itu muncul setelah ia melihat peristiwa yang terjadi di kawasan Malioboro, Jogja. Saat itu seorang perempuan tunanetra tertabrak pengendara motor karena hiruk-pikuk dan mobilitas yang tinggi di kawasan tersebut.
Disebutnya, medio 2015 pedestrian Malioboro masih ramai dan ketika ia melihat ibu-ibu tunanetra tertabrak motor, ia merasa iba dan ingin membantu. “Kejadian itu adalah salah satu alasan akhirnya tercipta ide Gablind ini,” kata Arvin kepada Radar Jogja kemarin (12/11).
Baca Juga: Stadion Maguwoharjo Direnovasi, PSS Sleman Sedang Mencari Kandang Baru
Dari kejadian itu Arvin melakukan riset kecil-kecilan yang melibatkan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk tahu kendala apa saja yang dihadapi para tunanetra. Dari risetnya ia mendapati bahwa salah satu urgensi paling besar yang dihadapi tunanetra adalah soal navigasi dan terbatasnya ruang gerak dalam lingkup sosial.
Arvin menuturkan, umumnya para tunanetra mengandalkan ingatan berdasarkan rute yang biasa mereka lalui. Di luar kebiasaan itu, sangat sulit bagi mereka untuk menavigasi dan mengenali areanya. “Gablind dibuat untuk memperluas navigasi dan mobilitas mereka di lingkup sosial,” sebutnya.
Diakui, sejak dikembangkan kali pertama 2015 yang awalnya prototipe Gablind, saat ini telah melewati 25 kali pengembangan. Mulai dari bentuk hingga fitur dari kacamata las, kacamata kayu hingga kacamata biasa yang dikombinasikan dengan 3d printing.
“Kini sudah sampai di model ke-25 dan terintegrasi dengan aplikasi serta terkoneksi internet out things (IoT),” paparnya.
Gablind kini telah mengakomodasi beberapa fitur di model ke-25-nya, mulai mendeteksi posisi kacamata lewat sensor suara, lalu bisa menunjukkan posisi pengguna lewat fitur geo location. Kemudian bisa mengarahkan pengguna pada lokasi yang ingin dicapai hingga ada fitur yang bisa membacakan objek atau konten melalui suara.
“Ada juga emergency call, ketika dipencet bisa terhubung dengan nomor darurat yang sebelumnya sudah di-input,” tambahnya.
Baca Juga: Siap-siap Lur! Operasi Pasar Murah Bakal Dilaksanakan Lagi di Sleman, Ini Jadwalnya
Ia menyebut, produksi Gablind saat ini masih berdasarkan permintaan. Hal itu terjadi karena ada beberapa kendala, mulai funding atau pendanaan, sosialisasi kepada tunanetra untuk tahu dan mengerti cara penggunaannya.
Mulai aplikasi hingga membiasakan menggunakan kacamata itu juga perlu waktu. “Teman-teman tunanetra masih banyak yang belum bisa mengakses smartphone. Jadi sosialisasi harus bertahap dan sabar,” tuturnya.
Dalam prosesnya, Gablind banyak menggandeng beberapa pihak termasuk sekolah dalam proses uji coba produk. Salah satu tunanetra yang juga pernah mencoba produk Gablind adalah Putri Ariani yang namanya cukup masif dibicarakan belakangan karena mengikuti ajang kompetisi menyanyi di Amerika. “Putri Ariani itu pernah pakai produk kami. Kalau tidak salah di tahun 2018,” kenang Arvin.
Baca Juga: Stadion Maguwoharjo Mulai Bulan Depan Sudah Direnovasi, PSS Sleman Terpaksa Pindah Kandang
Sementara itu, COO Gablind Ilham Hasnur Ridho membeberkan, serangkaian proses dan riset yang dilakukan sudah lebih dari lima tahun dan masih berjalan sampai saat ini di Amikom Business Park.
Ilham menyampaikan, Gablind hadir secara spirit untuk melengkapi, bukan menggantikan. Ia mengatakan tunanetra juga masih perlu pakai tongkat dalam mobilitas hariannya, namun lewat Gablind dan Arvin coba untuk membantu lewat beberapa kemudahan.
“Tongkat membantu mendeteksi objek di bawah. Untuk objek di depan atau atas seperti ranting pohon itu tongkat susah mendeteksi,” paparnya.
Ke depan baik Arvin maupun Ilham berharap Gablind bisa membuat produk yang lebih menyesuaikan tren teknologi seperti image processing untuk membaca teks hingga mendeteksi barang.
Gablind saat ini belum dilengkapi kamera dan baru bisa mendeteksi rintangan atau objek dengan sensor gerakan kepala yang dikombinasikan dengan sensor suara. “Ke depan akan dilengkapi kamera dan mulai ada proses development ke arah sana,” beber lham. (laz)
