Neutron Yogyakarta

Kasus Demam Berdarah Dengue Turun

Kasus Demam Berdarah Dengue Turun
Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Bantul, Samsu Aryanto.GREGORIUS BRAMANTYO/RADAR JOGJA 

RADAR MAGELANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul mencatat jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di Bantul turun dibandingkan tahun lalu. Jika selama 2022 ada 956 kasus dengan lima kematian, tahun ini total 125 kasus dan tidak ada kematian.

Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinkes Bantul, Samsu Aryanto mengatakan, jumlah itu tercatat sejak Januari-Oktober. Dengan kasus terbanyak terjadi pada Januari sebanyak 32 kasus. “Terendah pada September dengan empat kasus,” ujarnya Rabu (15/11/23).

Sedangkan pada 2022, kasus sempat mengalami tren menurun di akhir tahun. Kasus terendah saat November 2022 dengan 31 kasus. Sementara kasus terbanyak juga terjadi pada Januari, dengan 168 kasus.

Baca Juga: 34 Warga yang Keracunan Tahu Guling Sudah Pulih, Dinkes Bantul Imbau Makanan Agar Tidak Terjangkau Lalat dan Tikus

Menurut Samsu, penurunan kasus DBD pada 2023 disebabkan oleh penanganan virus dengue dengan bakteri Wolbachia di Bantul. Di mana Wolbachia adalah semacam rekayasa genetika. Jadi nyamuk Aedes aegypti diinjeksi dengan bakteri Wolbachia.

Nyamuk Wolbachia itu kemudian berinteraksi dengan nyamuk yang tidak berwolbachia, kemudian terjadi perkawinan silang. “Ternyata telur yang ditetaskan itu infertil atau tidak subur. Sehingga tidak punya kemampuan untuk menginfeksi menjadi penyakit DBD,” jelasnya.

Secara teori laboratorium, memang ada penurunan kasus sebanyak 70 persen dari metode tersebut. Salah satunya di Kabupaten Bantul. Namun dia belum dapat memprediksi tren kasus DBD di masa mendatang. Harapannya, metode tersebut tetap bisa memberikan dampak yang signifikan dalam mempertahankan kasus DBD di posisi rendah. “Syukur-syukur bisa lebih turun lagi,” kata Samsu.

Baca Juga: Hingga Oktober Sembilan Orang Meninggal Akibat Leptospirosis, Dinkes Bantul Sebut Sudah Alami Penurunan

Selain itu, ia menjelaskan bahwa faktor dari masyarakat juga berperan penting dalam menekan jumlah kasus DBD. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang melakukan program Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN). Meskipun hanya di tingkat kapanewon yang melibatkan kalurahan dan puskesmas hingga padukuhan.

Menurutnya, merebaknya kasus DBD juga bisa dipengaruhi oleh faktor iklim. Sebab ketika musim kemarau, tandon-tandon air relatif kering. Sehingga tidak dapat digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk. Kemudian ketika populasi nyamuk menurun, maka juga akan diikuti dengan menurunnya penyakit.

Untuk menekan angka kasus DBD di kemudian hari, Samsu mengimbau kepada masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Dengan menjaga lingkungan agar tidak ada tempat yang tertampung dan berpotensi menjadi perindukan nyamuk. Terutama menjelang musim hujan. Salah satunya dengan pemilahan sampah. “Sampah yang bisa digunakan kembali salah satunya botol-botol dan kaleng bekas yang dimanfaatkan kembali dan digunakan oleh masyarakat. Otomatis ketika itu digunakan tidak ada tempat untuk perindukan nyamuk,” bebernya. (tyo/eno)

Lainnya