Neutron Yogyakarta

Berkas Perkara Ratna Lestari Sudah P21

Berkas Perkara Ratna Lestari Sudah P21
SEGERA DISIDANGKAN: Pelimpahan tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) Ratna Lestari bersama barang buktinya ke jaksa penuntut umum (JPU).Kasi Penkum Herwatan untuk Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Berkas perkara tersangka Ratna Lestari sudah tahap II atau dinyatakan P21 oleh jaksa penuntut umum (JPU). Selanjutnya diserahkan beserta barang bukti ke JPU dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jogja untuk didaftarkan dalam persidangan. Bertempat di Lapas Perempuan Klas IIB Wonosari, penyerahan Ratna dilakukan bersama barang bukti flashdisk dan dokumen.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIJ Herwatan mengatakan, tersangka terjerat dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) program investasi fiktif atau bodong di Kantor Cabang Bank BRI Adisucipto dari 2016 hingga 2022. Diketahui tersangka pernah bekerja di bank itu. “Sidang perdana sekitar dua minggu ke depan,” katanya kemarin (16/11).

Dikatakan, Ratna pernah bekerja di sejumlah cabang Bank BRI Jogjakarta Adisucipto dari 2016 sampai 2022. Dalam prosesnya ia melakukan penawaran program investasi yang seolah-olah merupakan program BRI dan menggunakan dana simpanan nasabah.

Baca Juga: Buru Barang Bukti Tipikor Mafia Tanah Kas Desa, Kejati DIY Geledah Kantor Lurah Candibinangun

Modusnya program simpanan atau tabungan yang bukan program Bank BRI memiliki syarat setoran mengendap selama enam bulan. Ditambah nasabah akan mendapatkan bunga tinggi sekitar 1,5 persen setiap bulannya yang akan ditransfer oleh tersangka ke rekening nasabah. “Dengan menawarkan opsi kepada nasabah bahwa bunga dapat dibayarkan ke rekening bank lain,” ucap Herwatan.

Selain itu, Ratna menyampaikan kepada nasabah atas pembukaan rekening penempatan dana tidak diterbitkan kartu debit ataupun ATM. Alasannya karena simpanan atau tabungan nasabah mengendap selama enam bulan.

Setidaknya ada 13 orang nasabah yang tertarik dengan setoran yang bervariasi. Jumlahnya terdiri atas 45 rekening dengan total penempatan dana sebesar Rp 14.669.000.000.
Sebenarnya, tersangka Ratna telah menerbitkan kartu ATM atau debit atas rekening tabungan dibuka tetapi tidak diketahui nasabah. Namun dia hanya menyerahkan buku tabungannya saja. Alasannya dana tabungan ditahan atau diblokir, sehingga tidak ada kartu debitnya.

Baca Juga: Sidang Kasus Bank Jogja di Tipikor Baru Pembacaan Tuntutan, Belum Vonis

“Padahal, kartu debit/ATM masing-masing rekening atas nama para nasabah dikuasai oleh Ratna,” tambah Herwatan. Parahnya, penyerahan buku tabungan tanpa ada tanda tangan sebagai tanda terima.

Terdapat tiga rekening atas nama Hadi Purnomo Tjahyadi. Padahal yang bersangkutan tidak merasa memiliki ketiga rekening dimaksud. Saksi Hadi hanya merasa memiliki dua rekening dalam program yang ditawarkan Ratna. Perbuatan tersangka yang menerbitkan tanpa sepengetahuan nasabah melanggar aturan internal BRI.

Setelah itu, dengan menggunakan kartu debit atau ATM para nasabah yang terekrut, Ratna melakukan penarikan tunai tanpa sepengetahuan korbannya. “Uangnya digunakan kepentingan pribadi tersangka dan untuk mentransfer ke rekening tabungan nasabah, seolah-olah sebagai pembayaran bunga atas program itu,” tutur Herwatan.

Tidak hanya itu, tersangka juga mengambil dana nasabah dengan permohonan error correction atas transaksi yang telah terjadi dengan alasan salah input. Oleh karena itu, Ratna mengambil dana tabungan tanpa sepengetahuan nasabahnya.

Baca Juga: Pengadilan Tipikor Tetapkan Tiga Terpidana

Herwatan mengungkapkan, akibat perbuatan Ratna menimbulkan kerugian keuangan negara melalui Bank BRI mencapai Rp 5,7 miliar. Tersangka dijerat pasal primair dan subsidair. Primairnya Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Sedangkan subsidairnya Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. (rul/laz)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)