Neutron Yogyakarta

Keraton Tak Simpan Naskah Asli Serat Kuntharatama

Keraton Tak Simpan Naskah Asli Serat Kuntharatama
TAK PEROLEH HASIL: Pansus Raperda Hari Jadi DIJ dipimpin Muhammad Yazid berada di Bangsal Ksatriyan Keraton Ngayogyakarta kemarin (20/11). (Kusno S Utomo/Radar Jogja)

RADAR MAGELANG – Kunjungan Pansus Raperda Hari Jadi DIJ ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat berakhir dengan tangan kosong. Pansus gagal mendapatkan informasi maupun dokumen  dari keraton. Khususnya yang menguatkan 13 Maret 1755 sebagai pilihan Hari Jadi DIJ seperti tertuang dalam Naskah Akademik (NA) Hari Jadi DIJ 2023 yang disusun Biro Tata Pemerintahan Setprov DIJ.

Begitu pula dengan keinginan pansus menemukan naskah asli Serat Kuntharatama. Keraton  tak pernah menyimpan naskah asli serat gubahan GPH Buminata tersebut. Begitu pula dengan sumber atau referensi yang dijadikan  dasar penulisan Serat Kuntharatama. Semuanya tidak ada di keraton.

“Kami belum menemukan aslinya. Nanti kami carinya,” kilah Carik Kawedanan  Hageng Punakawan (KHP) Widya Budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Widyacandra Ismayaningrat saat menerima kehadiran pimpinan dan anggota Pansus Raperda Hari Jadi DIJ kemarin (20/11).

Rombongan pansus yang diketuai Muhammad Yazid diterima di Gadri Bangsal Kastriyan. Pertemuan berlangsung secara lesehan. Widya bersama beberapa abdi dalem terlihat mengenakan busana pranakan.

Kepada pimpinan dan anggota pansus, Widya berjanji membantu mencarikan dokumen yang dibutuhkan dewan. Terutama terkait  dokumen yang menjadi penguat 13 Maret 1755 sebagai Hari Jadi DIJ seperti usulan Pemprov DIJ. Upaya itu antara lain dengan menelusuri keberadaan naskah asli Serat Kuntharatama. Tentang serat tersebut, Widya menegaskan, bukan mewakili kelembagaan keraton. Namun  karya pribadi karya GPH Buminata.

“Ada kemungkinan dokumen itu tersimpan di kediaman Gusti Buminata,” terangnya. Buminata merupakan salah satu putra HB VII. Lantaran tak menyimpan naskah asli, Widya hanya menunjukkan Serat Kuntharatama berbentuk buku seperti  yang sudah beredar luas di masyarakat. Buku bersampul putih bertuliskan aksara latin bahasa Jawa. “Ini dokumen yang kami simpan,” katanya menunjukan buku itu kepada Yazid.

Didampingi Wakil Ketua Pansus KPH Purbodiningrat, Yazid kemudian menunjukkannya kepada dua anggota pansus Christina Ari Retnaningsih dan Susiwati. Keduanya membolak-balik halaman per halaman.

Susiwati sempat mencermati halaman 78 Serat Kuntharatama yang diklaim Tim Ahli NA Raperda Hari Jadi DIJ Baha’uddin memuat keterangan lokasi dan peristiwa saat Sultan Hamengku Buwono (HB) I mendeklarasikan kerajaannya bernama Ngayogyakarta Hadiningrat pada 13 Maret 1755.

Ternyata setelah dicek keterangan Baha’uddin di depan pansus tak ditemukan di Serat Kuntharatama. Halaman 78 itu hanya menerangkan Sultan HB I lenggah siniwaka (duduk di singgasana, Red) di hadapan putra, sentana dan abdi dalem.

Lokasinya di Dusun Beringharjo, wilayah Mataram. HB I tak memproklamasikan atau mendeklarasikan nama kerajaannya. Peristiwanya terjadi 14 Maret 1755. Bukan 13 Maret 1755.  Saat itu HB I hanya memikirkan penyelesaian pembangunan istananya.

Serat Kuntharatama yang menjadi rujukan NA Raperda Hari Jadi DIJ 2023 terdiri atas 83 halaman. Diterbitkan Penerbit Baladewa pada 1958. Tak ada sumber atau referensi yang menjadi rujukan serat tersebut. Karena itu, tak diketahui dari mana Buminata mendapatkan sumber informasi penulisan Serat Kuntharatama.

Usai pertemuan, Yazid tak banyak memberikan komentar. Dia menegaskan, kehadiran pansus ke keraton karena mengikuti pendapat ahli yang diajukan pemprov. Menurut Yazid, saat rapat kerja pada Kamis (16/11), Baha’uddin meyakinkan pansus deklarasi Hadeging Nagari Dalem Mataram Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (separo Tanah Jawa) pada 13 Maret 1755 berlokasi di Pesanggrahan Garjitawati.

Satu-satunya sumber yang menjadi rujukan NA Raperda Hari Jadi DIJ adalah Serat Kuntharatama. Naskah aslinya diklaim tersimpan di KHP Widya Budaya Keraton Ngayogyakarta. “Kami sudah cek dan klarifikasi ke keraton. Hasilnya, semua tahu, termasuk media.  Tidak sesuai harapan,” katanya saat berjalan meninggalkan kompleks keraton.

Gara-gara tak menemukan naskah asli yang dicari, Yazid kemudian mengajak anggota pansus lainnya mengunjungi lokasi bekas Pesanggrahan Garjitowati. Letaknya di kawasan Tamansari,  Jogja. Kini menjadi situs cagar budaya.

Setelah mengunjungi keraton, agenda pansus selanjutnya mengadakan public hearing  (PH) ke masyarakat di daerah pemilihan (dapil) setiap anggota dewan. PH diadakan hari ini Selasa (21/11). Kegiatan serupa digelar di gedung DPRD DIJ pada Rabu (22/11). Pesertanya sejumlah pemangku kepentingan dari berbagai unsur. (kus/laz)

Lainnya

Exit mobile version