RADAR MAGELANG – Hari ini, Pemprov DIJ akan mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. UMP DIJ tahun ini dipastikan naik dan sudah sesuai dengan permufakatkan bersama antara Dewan Pengupahan, perwakilan pengusaha, dan pekerja.
Sekprov DIJ Beny Suharsono mengatakan, pemprov berupaya mengumumkan sesuai jadwal. Namun dia enggan membeberkan besaran kenaikan yang disepakati. “Tidak gampang memang penetapannya. Sebab itu di Dewan Pengupahan itu ada pakar, akademisi,” ujarnya.
Jelang pengumuman ini, pemprov melakukan dialog atau koordinasi teknis terkait UMP dengan unsur pimpinan kepala daerah di seluruh DIJ. Selain itu juga melibatkan Dewan Pengupahan, perwakilan pengusaha, dan pekerja di Kompleks Kepatihan, kemarin (20/11).
Dialog tersebut dinilai penting untuk menghasilkan keputusan yang baik bagi semua pihak. Tujuannya agar ini hasilnya juga sesuai harapan bersama. Baik bagi para pengusaha, pekerja, maupun pemerintah sendiri tepat dalam regulasinya.
UMP DIJ pada 2023 sebesar Rp 1.981.782,32 atau naik 7,65 persen dari 2022. Bila dibandingkan 2022, yakni sebesar Rp 1.840.915.
Sementara untuk tahun 2024 ini, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan bakal menaikkan upah minimum 2024 sebagai bentuk apresiasi kepada pekerja dan buruh.
Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan pada 10 November 2023.
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIJ Irsad Ade Irawan menyayangkan, jika provinsi yang menyandang predikat istmewa ini tidak mempunyai alternatif terhadap PP tersebut.
Sebab, PP 51/2023 hanya peraturan yang rumit tetapi tidak berpengaruh besar terhadap perlindungan upah buruh melalui upah minimum. “Jika tetap menggunakan PP 51/2023, kebijakan pengupahan di DIJ masih berorientasi upah murah. Sebagaimana diketahui pasal-pasal dalam PP tersebut mengahambat kenaikan upah minimum,” katanya.
Menurutnya, PP 51/2023 tidak menggunakan survei KHL. Dengan demikian, penggunaan PP ini akan membuat buruh kembali mengalami defisit ekonomi, di mana upah minimum lebih rendah dari harga kebutuhan hidup layak.
Berikut potensi yang akan dialami oleh buruh Jogjakarta jika Pemprov DIJ tetap menggunakan PP 51/2023. Salah satunya, buruh akan kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup layak, termasuk memenuhi makanan bergizi.
Daya beli buruh juga tidak akan naik, justru akan cenderung merosot apabila kenaikan upah terlalu rendah dan harga-harga melambung tinggi. Buruh di Jogjakarta akan kembali kesulitan membeli rumah layak karena harga rumah selalu naik tinggi sementara upah tidak pernah naik signifikan
Dia menuntut Gubernur DIJ HB X menetapkan UMK 2023 sebesar Rp 4.131.970, Sleman Rp 4.099.637, Bantul Rp 3.708.600, Kulon Progo Rp 3.590.617, dan Gunungkidul Rp 3.169.966. (wia/din)