RADAR MAGELANG – Untuk mencegah persebaran penyakit HIV/AIDS, 18 Puskesmas di seluruh Kota Jogja siap menangani pasien positif. Langkah ini penting dilakukan untuk terus menekan persebaran penyakit ini. Sampai September lalu, di wilayah ini ditemukan 83 kasus. Sedangkan pada 2022 ada 114 kasus.
Penjabat Wali Kota Jogja Singgih Raharja menyampaikan, untuk menyongsong Hari AIDS Sedunia 1 Desember, Pemkot Jogja terus berkomitmen untuk penanganan dan pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS. Sejumlah Puskesmas telah dipersiapkan untuk menjadi rujukan penanganan. “Ini menjadi komitmen kami untuk bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat,’’ ujarnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kota Jogja Aan Iswanti menjelaskan, semakin cepat penyakit HIV/AIDS bisa dideteksi, maka harapan hidup sehat dan produktif para pengidap HIV/AIDS bisa semakin tinggi. Pemerintah mewajibkan tes HIV/AIDS untuk orang dengan potensi tertular virus tersebut. “Orang dengan risiko tinggi tertular di antaranya wanita pekerja seks, penyuka sesama jenis, waria, Injecting Drug User (IDU), warga binaan lapas, ibu hamil, serta orang yang mendapat transfusi darah,” jelasnya.
Baca Juga: Imbau Berhenti Diskriminasi Penyitas HIV/AIDS
Pendukung Sebaya Yayasan Victory Plus dan Koordinator Provinsi Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI DIY) Diah Arviyanti menerangkan Victory Plus adalah yayasan yang memberikan dukungan psikososial untuk orang dengan HIV/AIDS dan keluarganya. Pendukung Sebaya bukan karena konteks umur, melainkan sebaya dalam artian sama-sama terjangkit HIV positif. Alasan diberi nama tersebut karena mereka berharap ketika sedang menangani pasien positif HIV/AIDS pasien akan merasa lebih dekat. “Jadi mereka lebih bersemangat karena kita sama-sama sedang berjuang untuk sembuh,” tuturnya.
Diah Arviyanti mengatakan, masih banyak ditemukan pasien positif HIV/AIDS yang tidak bersemangat untuk hidup, depresi dan sampai bunuh diri. Berdasarkan data sudah ada 5 orang yang mengakhiri hidupnya karena depresi akibat positif HIV/AIDS.
Menurutnya, pasien yang terjangkit harusnya selalu patuh menjalani pengobatan. Obat sudah di sediakan gratis dari pemerintah, tapi bagi penderita, tantangan di lingkungan sosial masih banyak. Masih banyak ditemukan penolakan yang dialami oleh orang dengan HIV. “Stigma buruk dan deskriminasi dialami di dalam keluarga, pendidikan ataupun pekerjaan,” tegasnya.
Baca Juga: Tidak Cuma Vaksin Covid-19, Uji Coba Vaksin HIV Sudah dimulai di Amerika Serikat dan Afrika Selatan
Diah Arviyanti sendiri merupakan pasien yang terjangkit HIV/AIDS. Ia tertular dari suami pertamanya yang merupakan pemakai narkoba jenis suntik. Setelah melalui masa pengobatan, ia lalu menikah lagi dengan suami yang kedua. “Anak saya semuanya tidak terinfeksi karena saya patuh pengobatan. Alhamdulilah saya juga sudah memberikan ASI eksklusif untuk anak saya. Ini terbukti, ketika orang dengan HIV Aids patuh pengobatan, mereka akan tetap bisa sehat, produktif dan tetap berkarya untuk dirinya dan masyarakat”, jelasnya.(cr5/din)