Neutron Yogyakarta

Nilai Tukar Rupiah Turun, Jadi Penyebab Tingginya Harga Kedelai Impor

Nilai Tukar Rupiah Turun, Jadi Penyebab Tingginya Harga Kedelai Impor
ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA

RADAR MAGELANG – Harga kedelai impor masih mengalami kenaikan. Jika semula Rp10 ribu per kilogram, kini menyentuh angka Rp 11 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogram. Hal ini dipengaruhi oleh turunnya nilai tukar rupiah ke dolar Amerika Serikat (AS).

Pakar Agrometeorologi, Ilmu Lingkungan dan Perubahan Iklim UGM Bayu Dwi Apri Nugroho mengatakan, penggunaan kedelai impor karena pasokan kedelai lokal masih minim. Kebutuhan kedelai tahunan di Indonesia, mencapai 2,7 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri berada dalam kisaran 355 ribu ton.

Kenaikan harga kedelai impor, disebabkan kondisi perekonomian global. Nilai tukar rupiah terhadap dolar menurun. Dan biaya angkut dari negara asal ke Indonesia mengalami kenaikan. Ditambah, beberapa negara penghasil kedelai seperti Amerika Serikat dan Brasil baru akan memasukin masa panen sekitar Desember 2023 sampai Januari 2024. “Tentu saja semua berimbas pada harga kedelai impor yag beredar di pasaran,” ujarnya Minggu (26/11).

Baca Juga: Harga Kedelai Masih Naik, Pakar Sebut Faktor Perekonomian Global dan Perubahan Iklim

Faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga ialah pembatasan ekspor oleh negara penghasil kedelai. Pembatasan dilakukan karena poduksi kedelai di dalam negeri mereka sedang mengalami penurunan.
Salah satu faktor penyebab ialah dampak perubahan iklim. Kondisi iklim yang berubah menyebabkan produksi kedelai tidak maksimal.

“Fenomena El Nino menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan produksi di berbagai negara penghasil kedelai,” jelasnya.

Menurutnya, beberapa langkah yabg bisa ditempuh oleh pemerintah ialah sementara pemberian subsidi. Namun hal yang paling penting ialah solusi jangka menengah hingga panjang. Di antaranya mengembangkan varietas kedelai unggul yang sesuai dengan kondisi lingkungan di Indonesia.

Baca Juga: Hanya Bisa Kurangi Ukuran atau Naikkan Harga, Pilihan Perajin Tempe dan Tahu saat Kedelai Lebih dari Rp 12 Ribu per Kg

“Karena kita tahu kedelai ini sangat cocok ditanam di kondisi iklim sub tropis. Meski begitu untuk di Indonesia dengan iklim tropis bisa juga tumbuh walaupun hasilnya tidak maksimal,” bebernya.

Sebelumnya, Ketua Pusat Koperasi Tempe-Tahu Indonesia (Puskopti) DIJ Tri Harjono menyebut, perajin tahu-tempe di DIJ masih mengandalkan pasokan kedelai impor. Sebab kedelai lokal masih minim dan lebih banyak dialokasikan untuk benih. “Konsumsi kedelai se-DIJ tiap kabupaten sekitar 150 ton per bulan dan itu impor semua,” bebernya.

Menurutnya, para perajin tahu dan tempe sudah terbiasa dengan harga kedelai yang fluktuatif. Sehingga yang dilakukan hanya bisa mengurangi ukuran produk atau menaikkan harga. Meski begitu, saat ini langkah itu belum dilakukan. (lan/eno)

Lainnya