RADAR MAGELANG – Dua dosen Universitas Islam Indonesia (UII) resmi mendapatkan jabatan akademik tertinggi atau profesor. Mereka ialah Prof Hanafi Amrani yang menjadi Profesor bidang Ilmu Hukum dan Prof Masduki yang menjadi Profesor bidang Ilmu Media dan Jurnalisme.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja Fathul Wahid saat penyerahan Surat Keputusan (SK) Kemendikbudristek menekankan tentang kebebasan saintifik. Dia juga menegaskan tentang etika yang wajib dijunjung tinggi atas kebebasan dimaksud.
“Ketika gagasan tidak dikasih koridor etika, contoh adalah potensi penyalahgunaan kebebasan. Misalnya karena menganggap dirinya bebas, otonom, bermartabat, ilmuwan bisa terprovokasi akhirnya menjadi ilmuwan stempel,” tegasnya kemarin (27/11).
Fathul menyebut, kebebasan saintifik perlu dibingkai dengan nilai-nilai yang bermartabat. Dan tentu saja harus diperuntukkan bagi kepentingan publik. Bukan untuk kepentingan personal atau kelompok saja.
“Sehingga apa pun itu, jika bertentangan dengan kepentingan publik, awas hati-hati sangat mungkin itu melanggar koridor etika,” imbaunya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kebebasan saintifik sangat penting. Sebab menjadi fondasi yang memungkinkan para penemu dan peneliti berinovasi tanpa hambatan yang tidak perlu. Kebebasan saintifik menjadi ajang pertukaran ilmu antar ilmuwan maupun periset.
“Dan alasan lain ialah untuk membangun kritikalitas. Tidak takut represi, tidak takut diancam oleh siapa pun termasuk oleh negara,” ungkapmya.
Sementara itu, Ketua Pengembangan Pendidikan PYBW UII Prof Allwar mengatakan, sampai hari ini ada 39 dosen dengan jabatan tertinggi profesor di UII. Meski demikian, gelar profesor tidak boleh menjadi kepuasan karena masih banyak langkah yang harus ditempuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Harapan kita riset tidak berhenti di jurnal saja, tapi bagaimana hasil yang sudah dilakukan profesor bisa mensejahterakan umat (masyarakat, Red),” jelasnya.
Menurutnya, gelar profesor akan menjadi nilai positif bagi UII demi menjalin kerja sama. Terutama di beberapa perguruan tinggi di luar negeri yang selalu melihat berapa jumlah profesor di sebuah perguruan tinggi.
“Hendaknya dua profesor ini bisa menjadi ujung tombak bagi mahasiswa supaya menginspirasi mahasiswa agar belajar dengan baik,” harapnya. (lan/eno)