RADAR MAGELANG – Terdakwa mafia penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Caturtunggal Agus Santoso menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jogja, Selasa (28/11). Agendanya pembacaan nota pembelaan dari mantan Lurah Caturtunggal ini. Ia hadir langsung di persidangan dan sempat membacakan pledoinya.
Mengenakan baju putih dan berpeci hitam, Agus memegang lembaran kertas di hadapan majelis hakim yang diketuai Tri Asnuri Herkutanto. Diawal siang, pledoi dibacakan oleh Agus terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan tim penasehat hukum (PH) yang dipimpin Layung Purnomo.
Dalam pledoinya, Agus menyampaikan jika pekerjaannya sebagai kepala desa merupakan kebaktian yang mulia. Dia memaparkan, jika mengelola sejumlah usaha meski berstatus lurah. “Mungkin banyak yang tidak percaya pada awalnya saya menolak untuk dijadikan kepala desa,” paparnya. Namun akhirnya hal itu diyakinkan oleh orang tuanya, sehingga memutuskan untuk ikut konstelasi pilkades.
Adapun usaha-usaha yang dimiliki yakni persewaan alat pesta pernikahan dan alat elektronik seperti kamera dan sebagainya. Diceritakan, banyak waktu bersama keluarga terenggut karena kesibukannya sebagai lurah Caturtunggal. Saat kali pertama menjadi lurah, usia Agus masih 28 tahun.
Disadari usia itu masih terbilang muda untuk memimpin wilayah Caturtunggal. Namun diklaimnya selama periode menjabat, pendapatan asli desa meningkat. “2008 saya mendapat penghargaan dari presiden lomba perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tingkat nasional,” ucapnya.
Menurutnya, di bawah kepemimpinannya ada sejumlah dampak peningkatan perekonomian di Caturtunggal. Seperti pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, peningkatan berupa infrastruktur jalan dan jembatan, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan serta pengembangan UMKM.
Baca Juga: Penyalahgunaan TKD Diserahkan ke Pemkal
Agus mengaku pada 2021 mendapat pin emas dari presiden atas kepemimpinannya di Caturtunggal dengan mendapat predikat desa mandiri. Dia meyakini masyarakat merasakan manfaat dan kesejahteraan selama dipimpinnya.
Ia mengutarakan, jika usai jalani sidang penuntutan bertanya-tanya pada diri sendiri. Hal itu berkaitan dengan kasus yang menjeratnya sampai ke meja hijau. Menurutnya, tidak sepantasnya dia menghadapi proses hukum yang sekarang dilakoni.
Agus menegaskan, uang suap atau gratifikasi yang dituduhkan kepadanya dari tuntutan ataupun dakwaan JPU tidak benar. Dia mengatakan, uang yang dianggap diterimanya dari Robinson Saalino selama ini tidak pernah diterimanya, baik tunai maupun nontunai.
Baca Juga: Agus Santoso Hari Ini Jalani Sidang Tuntutan Korupsi TKD Caturtunggal, Begini Suasana Ruang Sidang…
“Uang Rp 400 juta yang dituduhkan pemberian dari Robinson adalah uang saya hasil penjualan mobil Fortuner dan uang Rp 600 juta yang diberikan Robinson juga tidak ada, karena yang bersangkutan juga menyatakan tidak pernah memberi uang kepada saya dalam persidangan,” ujarnya.
Dia menilai apa yang dituntut JPU sudah terpatahkan semuanya dalam fakta persidangan. Oleh karena itu Agus berharap majelis hakim dapat membebaskan dari segala tuntutan JPU. Sebelum mengakhiri pledoinya, dengan penuh kerendahan hati Agus menghaturkan permintaan maaf utamanya ke Gubernur DIJ Hamengku Buwono X beserta keluarga dan masyarakat Caturtunggal. Itu didasarkan karena ketidaknyaman dan ketidakpatuhan yang mungkin timbul terkait pengolahan TKD.
Dia menyadari jika pengolahan TKD merupakan tanggung jawab besar. Oleh karena itu membutuhkan kerja sama yang erat dengan pihak kesultanan. “Dengan tulus dan rendah hati saya ingin menyampaikan permohonan maaf jika ada kekurangpahaman atau pelanggaran protokol yang mungkin telah terjadi. Saya berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, agar hal ini tidak terulang di masa depan,” bebernya.
Baca Juga: Agus Santoso Hari Ini Jalani Sidang Tuntutan Korupsi TKD Caturtunggal, Begini Suasana Ruang Sidang…
Agus menyadari sangat menghargai petunjuk, bimbingan, dan nasihat dari HB X sebagai pimpinannya tertinggi untuk meningkatkan tata kelola TKD. Dia berkomitmen untuk kerja sama dengan penuh integritas dan transparansi. Tidak lupa juga mengutamakan kepentingan masyarakat dan pelestarian warisan budaya.
Agus sendiri dituntut pidana penjara delapan tahun dikurangi selama ditahan dengan perintah tetap ditahan dan denda Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga tahun. Dia juga dituntut untuk dilakukan perampasan asetnya untuk negara. Dalam tuntutan JPU, perampasan aset dilakukan dari hasil tipikor Agus berupa keuntungan yang diterima dari pemanfaatan TKD Caturtunggal oleh PT Deztama Putri Sentosa sebesar Rp 1,25 miliar.
PH Agus, Layung Purnomo mengungkapkan, ada beberapa hal pokok menjadikan dasar dalam mengajukan pledoi. Pertama, peristiwa hukum yang dituntut kliennya memperkaya diri sendiri. Padahal selama jalannya persidangan tidak dijelaskan secara rinci perihal proses terjadinya memperkaya diri. Di saat yang bersamaan dalam keterangan saksi hanya ke luar dari berita acara pemeriksaan (BAP) Robinson Saalino saja.
Baca Juga: Peruntukannya untuk Pasar Tegalrejo, TKD Gabusan Masih untuk Permukiman
Kedua BAP yang dinyatakan transaksional itu sudah dicabut Robinson saat memberikan kesaksian untuk sidang Agus. Ketiga, keterangan Robinson tidak dikuatkan saksi lainnya apalagi diperkuat alat bukti juga tidak ada. (rul/laz)