RADAR MAGELANG – Kota Jogja mulai memasuki musim penghujan pada akhir November 2023 ini. Meski intensitas curah hujannya belum terlalu tinggi, sejumlah titik wilayah di Kota Jogja rawan terhadap bencana alam seperti longsor dan banjir.
Ketua Tim Kerja Data Informasi Komunikasi Kebencanaan BPBD Kota Jogja Darmanto mengatakan, sedikitnya ada sembilan kemantren (Kecamatan) yang berpotensi mengalami pergeseran tanah, sehingga mengakibatkan bencana alam. Menurutnya, potensi itu terjadi pada Februari 2024.
Kerentanan di sembilan kemantren itu juga didasarkan dari laporan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM). “Sembilan kecamatan yang berpotensi mengalami pergeseran tanah di Kota Jogja meliputi Danurejan, Gondokusuman, Gondomanan, Jetis, Kotagede, Mergangsan, Pakualaman, Tegalrejo dan Umbulharjo,” katanya kemarin (28/11).
Laporan disusun berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) antara peta zona kerentanan gerakan tanah dengan peta prakiraan curah hujan bulanan yang diperoleh dari BMKG. Puncak musim hujan saat Februari nanti, kesembilan kemantren itu secara umum berada di area bantaran sungai.
Menurutnya, rata-rata berada di bantaran atau aliran sungai seperti Winongo, Code atau Gajahwong. “Sungai Code kami pantau terus karena berkaitan dengan hulu di Sungai Boyong, lereng Merapi. Jika di sana hujan deras, pasti di muara ada potensi luapan air dan kemungkinan pergeseran tanah berupa longsor ada,” bebernya.
Darmanto mengungkapkan, berdasarkan prakiraan BMKG Stasiun Klimatologi Jogja, puncak musim hujan bakal berlangsung Februari dan berakhir April-Mei mendatang. Diprediksi pada dasarian kedua Februari, intensitas curah hujan bisa mencapai 100 mm per dasarian di seluruh wilayah DIJ. Oleh karena itu, kondisi itu membutuhkan kewaspadaan ekstra. Menurutnya, sembilan kecamatan itu rawan banjir.
Baca Juga: Industri Kreatif Terus Tumbuh, Jogja Miliki Kekayaan SDM Intelektual dari Seluruh Indonesia
Lulusan Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY) ini menuturkan, area rawan banjir ada di Gondokusuman meliputi Kotabaru, Terban dan Baciro, serta Umbulharjo meliputi Warungboto, Pandeyan, Sorosutan, Giwangan. Sedangkan rawan longsor ada di 12 titik yang tersebar di sejumlah kelurahan yakni Brontokusuman, Keparakan, Wirogunan, Tegalpanggung, Gowongan, Terban, Bener, Tegalrejo, Pakuncen, Wirobrajan, Notoprajan serta Patangpuluhan. “Titik rawan banjir dan longsor itu tergolong pada klasifikasi yang tinggi atau merah,” tuturnya.
Untuk mengantisipasi, BPBD Kota Jogja memaksimalkan pembangunan dan pemeliharaan sejumlah talud yang sempat tertunda akibat pandemi Covid-19 karena recofusing anggaran. Selain itu, dilakukan koordinasi dengan Balai Besar Sungai dan DPUPKP Kota Jogja untuk pemetaan awal. Agar dapat diketahui talut mana yang butuh pemeliharaan dan mana yang butuh pembangunan.
Sebelumnya, kesiapsiagaan mulai dilakukan oleh Pemkot Jogja untuk antisipasi bencana alam seperti banjir ataupun tanah longsor. Talut atau tanggul sungai serta saluran air hujan atau drainase menjadi perhatian utama untuk diperbaiki. Tentunya sebagai antisipasi terjadinya kemungkinan yang merugikan warga.
Baca Juga: Tidak Hanya Fisik, Jokowi Akui IKN Perlu Tingkatkan SDM dan Jangan Sampai Tergerus oleh Budaya Asing
Pejabat Wali Kota Jogja Singgih Raharjo menyampaikan, menjelang memasuki musim penghujan, antisipasi yang dilakukan berkaitan dengan tanggul di sungai. Menurutnya, sudah ada beberapa yang diperbaiki untuk mengantisipasi terjadi hujan tinggi. “Kemudian debit air meningkat, mengantisipasi supaya tidak masuk ke warga kami perbaiki. Jadi perlindungan terhadap warga yang utama,” bebernya. (rul/laz)