Neutron Yogyakarta

Memperingati 100 Tahun Meninggalnya Novelis Franz Khafka, Gelar Pertunjukan ‘Laporan Kepada Akademi’

Memperingati 100 Tahun Meninggalnya Novelis Franz Khafka, Gelar Pertunjukan ‘Laporan Kepada Akademi’
TEATER: Penampilan ‘Laporan Kepada Akademi’ yang diselenggarakan oleh Goethe Institut Indonesien berkolaborasi dengan Kalanari Teathre Movement pada Sabtu (2/12).Agung dwi prakoso/radar jogja

RADAR MAGELANG – Apa jadinya jika seekor monyet berhasil meniru kebiasaan manusia dari balik jeruji kurungan yang menyiksanya? Monyet itu berencana membuktikannya ke semua orang terkait kebebasan. Ditampilkan untuk mengenang novelis asal Austria Franz Khafka.

AGUNG DWI PRAKOSO, Jogja

Berangkat dari kisah “Ein Bericht fur eine academi” karya Franz Kafka, pertunjukan ‘Laporan Kepada Akademi’ sukses menyita perhatian penonton. Pertunjukan tersebut diselenggarakan oleh Goethe Institut Indonesien berkolaborasi dengan Kalanari Teathre Movement di Pendopo Ajiyasa, Jogja Nasional Museum, Jogja Sabtu (2/12).

Sutradara pertunjukan Ibed S. Yuga mencoba membuat kisah karya Franz Kafka yang telah diterjemahkan oleh Dewi Noviami tersebut menjadi sebuah pertunjukan. Dengan judul ‘Laporan Kepada Akademi’. Dalam proses penggarapan, Ibed enggan mengadaptasi naskah berbahasa asing tersebut ke dalam ruang dan waktu Indonesia.

“Saya tak ingin membiarkanya begitu saja, saya ingin menjadikanya kontekstual dalam ruang dan waktu Indonesia tanpa harus mengadaptasinya,” ujarnya.

Dalam pertunjukan, Andika Ananda dipilih menjadi aktor utama. Dari awal-akhir pertunjukan, Andika bermonolog memerankan Rotpeter yang menyuarakan makna kebebasan yang berasal dari gejolak batin yang timbul karena pengalaman hidupnya. Selain itu, ke ikutsertaan beberapa penonton menceritakan pengalaman kehidupanya memperluas spektrum narasi pertunjukan malam itu.

Pertunjukan ‘Laporan kepada Akademi’ menceritakan tentang seekor monyet yang berhasil meniru kebiasaan manusia dari balik jeruji kurungan yang menyiksanya. Monyet itu berencana membuktikannya ke semua orang khususnya golongan akademisi.

Kepala Bagian Program Budaya Goethe-Institut Indonesien, Ingo Schoningh menambahkan bahwa makna naskah yang dipentaskan ini membuat dirinya membayangkan Indonesia yang telah melalui proses pembebasan dari situasi kolonial. Hal itu mengakibatkan perombakan besar dalam struktur masyarakat.

“Kebebasan itu mendorong manusia untuk berpaling dari pranata pedesaan dan menghadapi tuntutan untuk membentuk suatu negara yang baru. Satu masyarakat yang terus dipengaruhi dan diuji oleh berbagai kekuasaan lain yang telah lama ada,” tandasnya. (pra)

Lainnya

Exit mobile version