RADAR MAGELANG – Tidak semua warga Bantul penghasilannya hanya sebatas UMK atau sekitar Rp 2,2 juta. Jumlah itu tidak berlaku bagi sejumlah warga di Kadisoro, Pandak, Bantul. Sebab penghasilannya bisa dua kali lipat UMK Bantul atau sekitar Rp 4 juta hingga Rp 7 juta. Dengan catatan, bukan sebagai buruh atau karyawan swasta.
Wilayah yang dikenal dengan sebutan Desa Wisata Kajii (DWK) ini, memang dikenal dengan para warganya sudah bertahun-tahun menjadi penjual ikan hias. Berawal sejak 1996, budi daya iklan hias dikelola secara perseorangan. Jumlahnya pun tidak banyak. Lantas pada 2003, muncul satu kelompok pengelola ikan hias Buana Mina. “Satu-satunya kelompok yang memiliki prestasi tingkat nasional juara 1 di tahun 2013 dan 2015,” beber Wakil Ketua Pengelola DWK Gema Ramadhan.
Selanjutnya pada sekitar 2016, ada sekelompok pemuda yang melihat peluang daerahnya dijadikan sebagai sentra ikan hias. Hingga akhirnya kini, impian sebagai desa wisata sekarang sudah tercapai. Apalagi setelah Buana Mina menjadi juara ikan hias di tingkat nasional. Banyak kunjungan dari luar kota.
Setelah itu, lahirlah kelompok Mina Muda Sejahtera yang berusaha mengembangkan ranah pariwisatanya. Ikan hiasnya yang paling dikenal ikan pedang goku. Tetapi, sudah banyak juga yang budi daya ikan lainnya seperti koki, moli, dan guppy.
Gema menyebut, tidak sedikit warga di tempatnya yang menggantungkan pendapatan sehari-harinya dari menjual ikan hias. Namun ada juga segelintir lainnya yang hanya menjadikannya usaha sampingan. Setidaknya ada 100 orang yang menjadi penjual, brider, dan pehobi. “Perbulan rata-rata Rp 4 juta hingga Rp 7 juta tetapi juga ada yang omzetnya sebulan sampai Rp 50 juta sampai Rp 100 juta,” ungkapnya.
Menurutnya, hal itu lantaran harga ikan hias di Kadisoro yang sudah cukup tinggi. Didukung kualitasnya yang sering menjadi juara. Gema mencontohkan, satu ikan hias bisa dihargai senilai satu kilogram ikan konsumsi.
Untuk pasarnya, pembeli sudah mencapai luar kota bahkan luar negeri. Jika luar kota sejumlah daerah di Pulau Jawa seperti Tulungagung, Jakarta, Bogor, Batam dan Kalimantan. “Ekspornya sampai Jepang, Korsel dan negara lainnya,” tuturnya. (rul/eno)