RADAR MAGELANG – Pemprov DIY me-launching Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) DIY sebagai salah satu langkah nyata menekan kasus gangguan mental di DIY. Dan juga upaya meminimalisasi fenomena di masyarakat terkait stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam (PA) X mengatakan, fenomena stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa masih sangat kentara, disertai dengan penolakan yang mereka hadapi.
“Di sisi lain, kasus gangguan mental seperti emosional dan depresi terus meningkat. Hal ini menjadi kebutuhan mendesak bagi pemda untuk segera mengambil tindakan nyata,” katanya disela launching TPKJM DIY di Gedhong Pracimasana Kompleks Kepatihan, Selasa (12/12).
Baca Juga: Quipper School Bantu Siswa Belajar Efektif, CEO dari Jepang Sambangi MAN 3 Sleman
PA X menjelaskan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat DIY, sebagai salah satu garda terdepan yang harus fokus pada upaya penanggulangan stigma dan peningkatan pemahaman masyarakat.
Selain itu, penyediaan layanan kesehatan mental yang lebih baik. Dalam rangka untuk mencegah eskalasi masalah kesehatan jiwa di komunitas.
“Saya mengapresiasi dan menyambut baik peluncuran panduan TPKJM sebagai acuan edukatif-informatif, dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya TPKJM yang berkolaborasi dengan Kementerian Sosial, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, CBM Global Disability Inclusion, dan Australian AID itu diartikan pelayanan kesehatan jiwa akan didorong tidak lagi berfokus pada layanan di instutisi rumah sakit jiwa.
“Tetapi lebih pada layanan berbasis masyarakat. Sebab dukungan dari masyarakat dapat mempercepat pemulihan,” jelasnya.
PA X optimistis, bahwa kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dapat membentuk lingkungan inklusif dalam rangka mewujudkan Yogyakarta yang sehat jiwa. Hal ini seperti yang tertuang dalam Perda 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa.
Baca Juga: Pandangan Ilmiah Tentang Pertanyaan Abadi: Mana Yang Lebih Dulu, Telur Atau Ayam?
“Apalagi, saat ini Rapergub Rencana Aksi Daerah tentang Kesehatan Jiwa sedang dibahas, untuk memperkuat tata kelola kesehatan jiwa di DIY,” terangnya.
Sementara Direktur Pusat Rehabilitasi YAKKUM Chatarina Sari mengapresiasi komitmen dari Pemprov DIY, yang telah menyusun sebuah panduan revitalisasi atau pembentukan TPKJM baik di level provinsi, kabupaten, hingga kecamatan atau kapanewon.
Panduan ini juga menjadi bagian dari rencana aksi daerah kesehatan jiwa DIY, yang merupakan salah satu mandat dari Perda 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa.
“Pembentukan TPKJM semakin memperkuat komitmen dan memperluas kesempatan semua lapisan stakeholder dan masyarakat untuk bisa berkumpul dan mulai memperbaiki pengertian kesehatan jiwa dan stigma disabilitas psikososial, yang harapannya dapat menciptakan sistem penyelenggaraan jiwa yang berbasis masyarakat,” katanya.
Dia merinci sejak 2016 Pusat Rehabilitasi YAKKUM juga sudah mengembangkan layanannya yaitu program kesehatan jiwa berbasis masyarakat yang ditujukan ke masyarakat dengan disabilitas psikososial atau sering dikenal dengan ODGJ. Berada di tiga wilayah yakni Sleman, Kulon Progo dan Gunungkidul.
Melalui program kesehatan jiwa berbasis masyarakat tersebut, Pusat Rehabilitasi YAKKUM sudah mendampingi 829 ODGJ, serta ada 105 kader kesehatan jiwa yang tersebar di 22 kalurahan yang ada tiga kabupaten, 1 balai pelayanan dan rehabilitasi sosial, 1 panti swasta yang juga melayani orang dengan gangguan psikososial.
“Masalah kesehatan jiwa di masyarakat ini sangat luas sekali, kompleks, bukan hanya terkait masalah jiwa atau ODGJ tetapi juga sebagai problem psikososial berkaitan kualitas hidup dan keharmonisan hidup,” ujarnya.
Baca Juga: Belum Ada Obat Khusus Virus Japanese Encephalitis, Dinkes Sleman Masifkan Pencegahan
Menurutnya, ada beberapa tantangan dalam proses pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa yakni kebijakan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa.
Adapun di tingkat nasional, program sudah tersusun namun belum terintegrasi dengan program di tingkat daerah. Selain itu ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam kesehatan jiwa juga masih membutuhkan perhatian.
“Misal jumlah psikolog klinis yang masih terbatas, masih banyak teman-teman disabilitas psikososial yang masih kesulitan untuk mengakses,” lanjutnya.
Baca Juga: Pandangan Ilmiah Tentang Pertanyaan Abadi: Mana Yang Lebih Dulu, Telur Atau Ayam?
Penanganan permasalahan kesehatan jiwa dinilai tidak cukup dengan akses layanan medis kepada ODGJ ini saja.
Namun juga perlu membuka layanan akses layanan sosial, kemandirian dan ekonomi dimana ODGJ yang sudah pulih tentunya perlu didorong dan diberi akses untuk mendapat layanan sosial, misal bisa terlibat aktif dalam organisasi.
“Selain itu juga perlu menciptakan lapangan kerja untuk psikososial dengan memberikan akomodasi yang layak dan mendorong ODGJ untuk bisa mengembangkan potensi sesuai minat dan bakat mereka,” tambahnya. (wia/amd)