RADAR KEBUMEN – Ratusan pedagang Teras Malioboro (TM) 2 menggeruduk kantor gubernur di Kepatihan Jogja, kemarin (14/12) Mereka mengeluhkan turunnya omzet selama berdagang di TM 2. Para pedagang pun menuntut dikembalikannya mereka ke selasar Malioboro.
Pantauan Radar Jogja, mereka tiba sekitar pukul 09.30 di pintu barat Kepatihan dan satu per satu mereka berorasi tepat di depan Kantor Paniradya Pati. Aksi mereka disaksikan langsung Paniradya Pati Paniradya Kaistimewaan Aris Eko Nugroho.
Ketua Koperasi Tri Dharma dan Paguyuban Arif Usman mengatakan, aksi yang dilakukan untuk menuntut kesejahteraan di mana pasca relokasi dari selasar Malioboro ke TM 2 kesejahteraan mereka menurun jauh. Bahkan, ada ketidakmerataan pendapatan.
“Paling cuma sekitar 20 persen yang merasakan pendapatannya lumayan,” katanya di sela aksi. Ia menjelaskan, penurunan omzet itu akibat banyaknya pengunjung yang datang, tapi pembeli tak bisa tersebar ke seluruh lapak.
Dengan demikian pendapatan yang diterima menurun drastis dibanding sebelum direlokasi. “Maka di sini bagaimana caranya pemangku-pemangku kebijakan bisa memperhatikan kesejahteraan teman-teman PKL di TM 2,” ungkapnya.
Perbedaan omzet sangat jauh, perbandingan 1:10. Di mana selama berada di TM 2 dengan momentum liburan untuk bisa mendapatkan omzet Rp 500 ribu per hari sangat sulit. Pendapatan ini tergantung posisi lapak, apakah bagian depan, tengah, atau belakang.
Jika posisi lapak bagian depan pendapatan bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta per hari. Sedangkan untuk lapak bagian tengah dan belakang, untuk bisa sampai pelaris saja diklaimnya sulit.
Sementara jika dibandingkan ketika berada di selasar Malioboro dulu, omzet kotor bisa mencapai Rp 10 juta per hari untuk momen liburan. “Bisa dibayangkan pada saat di selasar kita bisa mengandalkan liburan, tahun baru, dan Lebaran. Tapi sekarang tidak bisa. Bahkan Desemberan ini yang biasanya di selasar sudah mulai panen, di TM 2 kini tidak bisa,” tandasnya.
Oleh sebab itu, mereka lebih banyak menuntut dikembalikan ke selasar Malioboro. Dengan catatan, mereka mau ditata ungkur-ungkuran di habitat semula, yaitu selasar Malioboro dan Jalan Ahmad Yani.
“Kalau memang bisa kita kembali ke selasar dengan ditata, itu juga akan bisa menghemat anggaran dari pemerintah, tidak harus membangun gedung puluhan miliar. Jika cuma butuh di selasar, ditata ungkur-ungkuran nggak masalah, karena itu habitat kita pertamanya,” terang pemilik lapak di lorong GH ini.
Jika tidak diindahkan permintaan itu, paling tidak para pedagang dilibatkan dalam dialog dan ada jaminan kesejahteraan di manapun berada untuk berjualan. “Jangan sampai kita cuma sekadar dipindah, tapi tidak diperhatikan keberlanjutannya seperti di TM 2 sekarang,” tambahnya.
Menurutnya, sejauh ini pengurus Tridarma yang beranggotakan 923 orang belum pernah dilibatkan atau diajak berdialog oleh pemerintah setempat terkait relokasi berikutnya. “Relokasi secara resmi belum tahu tempatnya. Karena memang belum juga kita diajak bicara,” sambungnya.
Dia pun masih menaruh rasa khawatir ketika nanti direlokasi ke TM 2 yang baru, akan lebih anjlok omzetnya. Sebab, para pedagang TM 2 yang memangku Jalan Malioboro dan Jalan Mataram notabene merupakan tempat keramaian saja kondisinya sepi pembeli.
“Seperti apa kalau besok kita direlokasi ke tempat berikutnya yang dengar-dengar ada di belakang Ramayana sama di Ramai seperti apa. Padahal sekarang kondisi TM 1 seperti itu (cuma tempat-tempat tertentu saja yang laku, Red). Kalau besok akan dimasukkan dan bersebelahan dengan TM 1, seperti apa juga kondisinya,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, para pedagang yang tergabung dalam paguyuban Tri Dharma juga membacakan surat terbuka kepada Gubernur Hamengku Buwono X. Supriyati yang juga pedagang Paguyuban Tri Dharma membacakan surat terbuka itu, yang sebagian isinya meminta Pemprov DIJ membuka ruang dialog dan berperan aktif dalam mencari solusi atas persoalan yang dihadapi PKL Teras Malioboro 2.
Adanya rencana relokasi tahap dua, hingga kini sebagai pedagang yang akan terdampak tidak mendapatkan informasi yang baik serta pelibatan yang partisipatif. “Hal itu berdampak pada tercederainya hak atas ekonomi, hak mendapat kehidupan yang layak serta hak partisipasi dan transparansi,” katanya.
Dia juga meminta pemprov membentuk kebijakan strategis dan taktis yang mampu menjawab masalah pendapatan yang menurun drastis dan meningkatkan kondisi kesejahteraan pedagang. Kemudian membentuk kebijakan relokasi yang mensejahterakan, dengan opsi utama kembalikan PKL TM 2 ke selasar Malioboro.
Paniradya Pati Paniradya Kaistimewaan Aris Eko Nugroho langsung merespons keluhan para pedagang. Aris mengatakan, pemprov telah menyiapkan dua lahan pengganti dan proses relokasi nanti baru di tahun 2024. Di mana akan ditempati 1.041 pedagang TM 2. Namun ini baru akan diproses di 2024, sebagai pengganti TM 2 yang sementara itu.
“Semoga di tahun 2024, jadi kemudian dilakukan pemindahan di dua tempat. Sebanyak 700 orang di belakang Ramayana, 300-an di belakang TM 1,” katanya.
Dsinggung kekhawatiran PKL tak laku jika dilakukan relokasi ke tempat yang baru, menurut Aris, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri tetapi harus berkolaborasi dengan para pedagang. “Kami punya keyakinan kalau kita bisa menampilkan suasana berbeda, pasti mau berdagang di sana. Kalau tempatnya rapi dan masyarakat luar menganggap jadi ikonnya Jogja, pasti bisa jadi pertumbuhan ekonomi baru,” terangnya.
Aris berjanji akan menyampaikan keluhan PKL kepada Pemprov DIJ agar mendapatkan solusi, walaupun tidak serta merta 100 persen. “Solusi tempat bagus dan akan dijadikan kawasan di Ketandan,” tambahnya. (wia/laz)