Neutron Yogyakarta

Pasokan Pangan DIY Jelang Nataru Aman, Tapi Ada Perbedaan Gejolak Harga Tiap Wilayah, Ini Alasannya…

Pasokan Pangan DIY Jelang Nataru Aman, Tapi Ada Perbedaan Gejolak Harga Tiap Wilayah, Ini Alasannya…

RADAR MAGELANG – Meski pasokan pangan wilayah DIY terbilang aman menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), hanya terjadi perbedaan gejolak harga antara kabupaten/kota.

Hal ini terjadi karena kenaikan volume permintaan di pasaran. Pemprov DIY sudah berkoordinasi lintas wilayah menjaga pasokan agar terkendali.

Sekprov DIY Beny Suharsono mengatakan, sesuai pengalaman tahun sebelumnya dan menjadi ritme rutin bahwa secara umum pasokan pangan DIY aman.

Dari sisi permintaan dan suplai dalam kategori aman juga. Namun, apabila konsumsi sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan maka tidak terjadi peningkatan inflasi daerah.

Baca Juga: Perkelahian Sengit di Bangjo Badran, Yogyakarta: Pengendara Motor vs Mobil, Tabrakan hingga Baku Hantam…

“Jangan sampai terjadi panic buying karena akan pengaruh tingkat inflasi, kita dibantu tiap minggu kemampuan daerah mengendalikan inflasi,” katanya saat Konferensi Pers di Kompleks Kepatihan Kamis (14/12).

Beny menjelaskan saat ini memang terjadi perbedaan harga antara kabupaten/kota namun diklaim tidak terlalu ekstrem.

Hanya terjadi perbedaan gejolak harga tipis. Ini karena terjadi sedikit kenaikan volume permintaan.

“Tapi masih stabil. Kita sudah koordinasi lintas wilayah untuk menjaga pasokan semisal beras dan komoditas pangan penting lainnya agar aman,” ujarnya.

Baca Juga: Korban Longsor Candirejo, Semin Tempati Rumah Baru Bantuan Pemkab Gunungkidul

Disinggung soal harga cabai, diklaim memang masih relatif tinggi. Kemarau panjang menjadi faktor penyebab karena kebanyakan petani beralih pola tanam ke palawija.

Padahal, kebiasaan para petani menanam secara bersama-sama sehingga suplai yang diciptakan tidak bisa dibendung. Namun, kali ini kondisi berbeda akibat kemarau panjang.

“Kita sudah dorong agar pakai teknologi sehingga rantai pasok itu terjaga terus. Sementara yang lain masih terkendali, tapi beberapa kita masih bergantung pada impor seperti bawang putih,” jelasnya.

Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah DIY Yuna Pancawati mengungkapkan, dari hasil pemantauan tim pengendali inflasi daerah (TPID) DIY di sekuruh kabupaten/kota pada 4 hingga 12 Desember memang terjadi perbedaan gejolak harga di pasaran.

Baca Juga: Tukang Cukur Kembali Ditangkap karena Kasus Narkoba, Edarkan Sabu Pakai Lampu Bohlam

“Di Sleman kenaikan terdapat pada cabai merah besar sementara bawang putih turun,” katanya.

Sementara, di Kulon Progo secara umum harga stabil. Namun harga yang masih tinggi ada pada cabai rawit merah dan cabai merah keriting.

Kemudian di Gunungkidul, harga yang stabil tinggi masih terjadi pada cabai. Kota Jogja komoditas bawang, cabai, dan daging ayam mulai sedikit naik harganya.

“Sementara di Bantul sedikit ada kenaikan harga,” jelasnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DY Syam Arjayanti mengatakan, harga cabai per hari ini cenderung turun berkisar Rp 3 sampai Rp 4 ribu. Namun, harga cabai masih terbilang tinggi berkisar Rp 70 ribu sampai Rp 85 ribu per kilogram. Sementara harga komoditas lain masih stabil.

“Memang artinya yang kita takutkan bisa sampai Rp 100 ribu per kilogram tidak terjadi. Dua hari ini ada penurunan semoga ada penurunan lagi,” katanya.

Syam menjelaskan pasokan cabai cukup dari lokal seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo. Hanya banyak yang keluar daerah karena adanya IT dimana mereka bisa memantau harga secara real time.

“Dia sistemnya lelang terbuka secara online mana yang harganya bisa tinggi dia lepas. Kami nggak bisa dari pemerintah mengharapkan jangan dijual keluar karena pemerintah nggak bisa membeli mereka dengan harga cukup tinggi,” ujarnya.

Baca Juga: Jangan Aji Mumpung, PHRI Imbau Hotel dan Penginapan Tidak Nuthuk Harga Kamar di Momentum Nataru

Dia mengimbau masyarakat melakukan gerakan menanam bersama di pekarangan masing-masing. Sehingga pada saat harga tinggi masyarakat sudah bisa mencukupi dari pemanfaatan pekarangan mereka.

Sementara untuk LPG 3 kilogram terbilang cukup, harga juga tidak terjadi kenaikan. Hanya, akan menambah usulan pasokan. Sebab, ini juga dalam rangka untuk mendukung industri pengolahan UMKM.

“Setiap hari akan kita pantau di empat pasar pantauan juga kita selalu tahu bagaimana kondisinya,” tambahnya. (wia/kbm)

Lainnya