RADAR MAGELANG – Ada yang berbeda dari ruang pamer Kelas Pagi Yogyakarta (KPY) di Prawirodirjan, Gondomanan, Kota Jogja. Dinding ruangan itu dihiasi gambar warna-warni dari kejauhan. Sementara beberapa anak dan orang dewasa menonton dengan serius namun sesekali tersenyum.
WULAN YANUARWATI, Jogja
Ya, setelah ditelisik dan dilihat secara dekat, rupanya gambar itu tak sekedar gambar. Namun komik yang dipamerkan. Dan orang menonton tak sekadar menonton, tapi membaca cerita yang terkandung di dalamnya.
Pameran Komik bertajuk Kisahku yang sudah digelar 15-17 Desember 2023 itu merupakan hasil karya peserta Kelas Komik Mulyakarya. Setidaknya ada 12 anak SD hingga SMA berhasil menyelesaikan kelas, lalu memamerkan karya mereka.
Salah satu inisiator Kelas Komik Mulyakarya, Yudha Sandy menyakini setiap orang bisa berkarya. Puluhan komikus anak berproses sejak awal Agustus 2023. Terbukti dengan tekun mereka berhasil membuat gambar bercerita yang indah dan penuh makna.
“Setelah enam bulan pertemuan, maka sebagai tanggung jawab kepada diri sendiri dan khalayak, kami mengadakan pameran komik hasil karya peserta,” ujarnya saat pembukaan pameran.
Baca Juga: Pancar Nur Main Apik, PSIM Jogja Sukses Imbangi Persikab 1-1
Di kelas Mulyakarya, para peserta tidak hanya diajari bagaimana teknik menggambar komik. Mereka juga diasah keberaniannya dalam berkarya dan mengutarakan pikiran melalui gambar visual. Menurutnya, setiap anak layak mengekspresikan diri.
“Keberanian untuk tidak ragu-ragu dalam menggoreskan pensilnya. Dan tidak takut untuk tampil beda. Tapi kalau bingung, boleh. Karena bingung itu sedang mencari ide terbaik yang berbeda dari yang sudah ada,” jelasnya.
Kelas komik Mulyakarya salah satunya digagas berangkat dari pentingnya regenerasi komikus, khususnya di Jogja. Di sisi lain, kelas komik sebagai upaya menampung kreativitas anak agar menjadi bekal dalam berpikir kritis dan berempati terhadap lingkungannya. “Dalam hati kecil kami jelas ada harapan untuk meregenerasi komikus di Jogja,” tambahnya.
Apalagi metode pembuatan komik, menurutnya, cukup sederhana. Yudha menyebut hanya berbekal kertas, pena atau alat digital maka seseorang bisa segera meluapkan isi hati, kegelisahan, impian atau apa pun yang ada dalam benaknya.
“Komik selain menawarkan artistik dan keindahan, juga mempunyai efek positif yaitu untuk kesehatan mental dan emosional,” ungkapnya.
Kelas komik dimentori oleh Bagas W. Firmansyah, Destanti Azelliaswari, Catur Danang dan Yudha Sandy. Setelah pameran, Kelas Komik Mulyakarya kembali akan dibuka awal Januari 2024.
Peserta kelas Komik Mulyakarya bernama Kinan Sae, 12, mengaku sudah sejak kelas 2 SD tertarik pada cerita bergambar. Hobi menggambar dipertajam dengan kelas komik dan dia diajari bagaimana teknik menggambar secara terarah.
“Sering bikin gambar dari kelas 2 SD, tuker-tukeran gambar bikin sama teman. Aku tertarik cerita bergambar, dulu sering pinjam komik dan bapak seniman juga. Daripada novel saya jenuh, akhirnya prefer gambar,” jelasnya.
Pada pameran kali ini, Kinan menggambar cerita penuh imajinasi berjudul Kelas Magis. Cerita menggabungkan antara kehidupan sehari-hari di sekolah dengan tokoh-tokoh imajinatif yang sudah ada.
“Ini imajinasiku aja sih, terinspirasi leluconku di kelas, ada julukan untuk teman-temanku. Ini tentang sekolah, ternyata pas masuk sekolah, buka pintu ke portal dan dimensi lain. Jadi karakter unik ada drakula, medusa juga ada. Gurunya unicorn,” jelasnya. (laz)