Neutron Yogyakarta

Spanduk Lawasan, Proses Pembuatannya Nggetih dan Terlatih

Spanduk Lawasan, Proses Pembuatannya Nggetih dan Terlatih
ARTISTIK: Cara pembuatan spanduk pada kuliner pecel lele masih menggunakan metode lawasan. Yaitu menggunakan teknik lukis tangan. Meskipun sudah ada cetak digital, namun pemilik kuliner pecel lele.

RADAR MAGELANG – Dosen Fakultas Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta Edi Jatmiko menyebut spanduk yang dibuat secara manual lebih memiliki nilai. Lantaran proses pembuatannya terkesan nggetih  atau penuh perjuangan dan sangat terlatih.

Edi mengaku cukup intens memperhatikan spanduk non-digital saat kali pertama makan pecel lele di Jogja. Karena media penanda pecel lele memiliki ciri khas pada goresan-goresan kuas teks vernakuler yang disapu dengan rapi. Serta tanpa banyak kesalahan pada setiap elemen visualnya.

Baca Juga: Ilmunya Masih Bermanfaat meski Kini dengan Mesin Cetak Canggih

Dia pun pernah melihat proses pembuatannya, ada kertas-kertas yang dipotong dan dilubangi dengan sangat presisi untuk digunakan sebagai mal masking. Kemudian disemprot dengan spray gun dan finishing menggunakan kuas-kuas kecil.

Baca Juga: Liburkan Latihan di Hari Natal dan Tahun Baru, Kas Hartadi: Saya Tidak Takut, Semua Seratus Persen

Beberapa waktu lalu, karya spanduk manualan menurutnya juga sering didapati pada setiap perempatan di Kota Jogja. Banyak bentangan-bentangan kain yang menggunakan material flexy dengan media print. Sebagian di antaranya juga masih menggunakan olah tangan non-printing.

Edi menyebut, kala itu juga banyak muncul seniman-seniman yang memanfaatkan ruang publik untuk berkreasi dengan media kain maupun kertas. Menggunakan teknik-teknik non-digital seperti teknik cukil, semprot dan gores kuas.

Namun perhatiannya justru tertuju ketika melewati Bioskop Permata. Sederet media promosi film yang dipasang dan berkibar diterpa angin dengan kombinasi visual-visual berisi wajah-wajah realis, teks yang sangat rapi dan layout merujuk pada poster film yang sedang ditayangkan dalam bioskop.

EDI JATMIKO. Dosen Fakultas DKV ISI Jogjakarta. (DOK PRIBADI)

“Goresan kuas khas manualan dengan pencampuran pewarna yang tidak sehalus hasil olah fotografi justru menghadirkan dampak-dampak kedalaman rasa tertentu yang membuat betah melihat dengan durasi lama,” ujar Edi kepada Radar Jogja (22/12).

Menurut dia, kesan tersebut tidak didapatkan ketika melihat poster/spanduk film cetak dengan olah digital dan fotografi. Edi pun berkesimpulan, pembuat spanduk dan poster ini pasti memiliki penguatan-penguatan kemampuan olah visual hasil dari lamanya proses pengalaman.

Baca Juga: Spanduk Lawasan, Pembuatan Lama tapi Lebih Awet

Bahkan dalam karya spanduk lawasan pun nama dan tanda tangan seniman tidak dicantumkan. Namun di sisi lain, dapat dipastikan kalau penonton karya pembuat spanduk manualan jauh lebih banyak dari pengunjung pameran lukisan pada sebuah galeri.

Baca Juga: KAI Commuter Tambah 30 Perjalanan KRL Jogja-Solo, Hadapi Lonjakan Penumpang Periode Nataru

Sebab, spanduk manualan disaksikan ribuan orang yang lewat selama durasi poster itu dipasang. Walaupun hanya pada sebuah gambar lele dan ayam pada selembar spanduk yang dibuat dengan goresan kuas.

“Kesan terlatih dan nggetih sebagai seorang pembuat spanduk dan poster manualan tidak mengakomodasi diri si pembuat untuk mendapatkan label sebagai seorang seniman senirupa,” terangnya. (inu/laz)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)