Neutron Yogyakarta

Dihajar Kemarau Panjang, Peternak Sapi di Gunungkidul Menjerit, Ini Penyebabnya…

Dihajar Kemarau Panjang, Peternak Sapi di Gunungkidul Menjerit, Ini Penyebabnya…
BIAR SEHAT - Vaksinasi antraks pada hewan ternak di Padukuhan Kropyak, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu beberapa waktu lalu Dokumen Radar Jogja

RADAR MAGELANG – El Nino yang menyebabkan kemarau super-panjang tahun ini juga berdampak ke sektor peternakan.

Di Gunungkidul, hewan ternak kurus kurang makan mengakibatkan harga anjlok di pasaran.

Seorang peternak warga Kalurahan Banaran, Kapanewon Playen, Sabar mengatakan, kondisi keuangan peternak saat sekarang sedang tidak bersahabat.

Baca Juga: Pentingnya Pengelola Emosi: Jangan Marahi Anak dengan Berlebihan

Situasi tidak memungkinkan tersebut berlangsung sejak Oktober 2023.

“Tidak hanya turun harga, tapi rego sapi saiki ganti rego (harga sapi sekarang berubah total),” kata Sabar, Rabu (27/12/2023).

Perubahan harga sapi pedaging jenis PO dan simental sangat mencolok.

Baca Juga: Paman di Lampung Tega Cabuli Keponakan Sendiri hingga Hamil 5 Bulan

Berbeda jauh jika dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Diakui, setiap musim kemarau harga hewan ternak memang mengalami penurunan.

“Tapi tahun ini harganya anjlok, menurun hingga Rp 2 juta,” ujar Sabar.

Baca Juga: Tidak Instan, Sir Jim Ratcliffe Butuh Waktu Kembalikan Manchester United ke Kesuksesan

Penggemukan sapi tidak berjalan maksimal lantaran terpengaruh dengan kemarau panjang.

Terlihat kurus dan penampilan fisik kurang meyakinkan pembeli karena ada bekas penyakit lato-lato.

“Kemarau panjang, peternak kesulitan pakan,” jelas Sabar.

Baca Juga: Tiket Kereta Api Keberangkatan 1 Januari dari Jogja Sudah Habis, Rencanakan Perjalanan dengan Baik

Untuk mencapai berat 500 kilogram sampai satu ton di waktu sekarang sangat sulit.

Per kilogram di harga Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram.

Petani lebih memilih menahan ternak untuk tidak dijual.

Baca Juga: 6 Tips Memilih Pensil Alis bagi Pemula, Seperti Apa…

“Pembeli juga pilih-pilih, tidak mau membeli sapi yang pernah terkena lato-lato.”

”Walau sudah sembuh, tapi bekas blentong-blentong (noda) sangat mencolok,” ucap Sabar.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul, Retno Widiastuti memastikan, saat ini tidak ada kasus kematian baru penyakit zoonosis.

Baca Juga: Rumah Mewah di Film Home Alone 2 Dijual Dengan Harga Rp 103 Miliar. Tertarik Beli?

“Nihil kematian penyakit mulut dan kuku (PMK) maupun LSD atau lato-lato,” kata Retno Widiastuti.

Mengenai harga ternak yang anjlok, pihaknya menduga lebih disebabkan karena faktor sulit mencari pakan.

Namun keluhan bekas luka terkena penyakit diakui sedikit banyak juga berpengaruh.

Baca Juga: Memprihantinkan, Pemain Timnas Indonesia Ketahuan Masak Mie Instan Saat TC

“Padahal itu (ternak) sudah sembuh. Hanya bekas luka, sebenarnya tidak apa-apa karena lama-lama juga hilang asalkan dikasih vitamin penumbuh rambut,” jelas Retno.

Oleh sebab itu, peternak tidak perlu khawatir dan jangan sampai menolak saat hewan peliharaannya divaksin atau diberi vitamin.

Menurut Retno, agar aman cakupan vaksin minimal di angka 80 persen dari jumlah populasi.

“Posisi sekarang baru 40 persen dan terus kami lakukan vaksin,” ungkap Retno. (gun/iwa)

Lainnya

Exit mobile version