RADAR MAGELANG – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul menyatakan pemilih orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dapat menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2024.
Syaratnya, yang bersangkutan harus dapat menyertakan surat keterangan dari dokter saat menuju ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
KPU Kabupaten Bantul mencatat ada 2.540 ODGJ yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pemilu 2024. 2.540 ODGJ itu tergolong ke dalam dua kelompok. Yakni, disabilitas mental dan disabilitas intelektual.
Ribuan penyandang disabilitas mental dan intelektual ini akan bergabung dengan penyandang disabilitas kategori lainnya.
Di mana, totalnya akan mencapai 6.860 orang di Kabupaten Bantul.
“Mereka kami data karena yang bersangkutan punya KTP, itu hak mereka. Apakah ODGJ atau tidak yang menentukan bukan KPU tetapi lembaga yang berwenang,” kata Ketua KPU Bantul Joko Santosa, Rabu (3/1).
Baca Juga: Bawaslu Bantul Mulai Rekrut PTPS Pemilu 2024, Sudah Sekitar Sepuluh Pendaftar di Tiap Kapanewon
Ia menjelaskan, untuk pemilih disabilitas mental dan intelektual memang ada syarat dan ketentuan untuk masuk ke dalam TPS dan menggunakan hak pilihnya.
Di antaranya, pemilih dengan disabilitas mental dan intelektual harus menyertakan surat keterangan dari dokter. Surat keterangan dari dokter tersebut menentukan apakah pemilih ODGJ sedang mengalami delusi atau halusinasi atau tidak.
“Sehingga diperkenankan untuk pergi ke TPS atau tidak,” ujarnya.
Sementara ketika mencoblos pada saat pemilu, ODGJ disabilitas mental dan intelektual diperkenankan menggunakan pendamping. Baik dari keluarga maupun dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baca Juga: Dampak Hujan Deras Disertai Angin Kencang, BPBD Catat 13 Titik Pohon Tumbang di Kabupaten Sleman
Penggunaan pendamping tersebut juga harus disertai dengan surat pernyataan pendamping.
“Di situ disebutkan ketika mendampingi tidak boleh mengarahkan, kalau dia mengarahkan ya itu sudah pelanggaran. Hanya mengarahkan teknis nyoblosnya,” jelas Joko.
Ia mengatakan, dilibatkannya penyandang disabilitas mental dan intelektual sebagai calon pemilih bukanlah yang pertama kali. Di mana, pada 2019 mereka juga turut ambil bagian karena dinilai memiliki hak pilih.
Penyandang disabilitas mental dan intelektual yang memiliki hak pilih, lanjut Joko, sama dengan pemilih pada umumnya. Yakni warga negara Indonesia (WNI) dan telah berusia di atas 17 tahun.
“KPU mendata warga negara yang punya hak pilih. Kebetulan yang kami lihat mereka (ODGJ) WNI dan memenuhi syarat untuk mencoblos,” ucapnya.
Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih KPU Bantul Wuri Rahmawati menambahkan, pihaknya melakukan pendidikan pemilih melalui komunitas disabilitas dan pemerhati disabilitas.
Salah satunya yang mempunyai fokus pada disabilitas mental seperti Sapadifa dan LKS Hafara.
“Harapannya dapat mendorong disabilitas khususnya mental untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024 mendatang,” harapnya.
Ia menyebut, semua disabilitas mental mempunyai hak untuk menggunakan hak pilihnya selama sudah terdaftar sebagai pemilih.
Baca Juga: Putra Bungsu Raja Pakualaman Menikah, Permaisuri GKBRAA PA X: Saya Ciptakan Batik Sendiri
Juga, tidak ada surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak mampu untuk memilih.
Sementara untuk pendampingan, boleh dari anggota keluarga atau orang yang dipercaya oleh disabilitas mental tersebut.
“Pendamping harus merahasiakan pilihan pemilih dan petugas KPPS akan menyediakan formulir pendampingan bagi pemilih disabilitas,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bantul Didik Joko Nugroho mengatakan, dalam konteks pelayanan disabilitas, pihaknya telah melakukan sosialisasi dan pengawasan partisipatif.
Baca Juga: Wow…Jalan Tol di IKN Bisa Jadi Landasan Pacu Pesawat
Kemudian juga. mengingatkan tentang tata cara pemungutan suara terhadap disabilitas.
“Kami harap disabilitas berani menyampaikan kepada petugas KPPS apabila ada pelayananan yang kurang inklusif,” ujarnya.
Terkait dengan berpartisipasinya ODGJ dalam pemilu, Didik menyebut pihaknya akan melihat regulasinya terlebih dulu. Terutama di peraturan KPU terkait pemungutan dan perhitungan suara.
Menurutnya, secara prinsip semua penyandang disabilitas memiliki hak untuk dilayani hak pilihnya.
“Untuk jenis disabilitas mental ini perlu kami lihat dari sisi substansi regulasi, apakah ada syarat tertentu untuk disabilitas mental ini,” ucapnya. (tyo/amd)