RADAR MAGELANG – SEBANYAK sebelas jenis motif batik baru untuk dhaup ageng atau pernikahan agung putra bungsu Adipati Pakualaman KGPAA Paku Alam X BPH Kusumo Kuntonugroho dengan Laily Annisa Kusumastuti disiapkan secara khusus.
Batik-batik tersebut diciptakan oleh sang ibunda mempelai laki-laki yang juga memiliki nama kecil RM Bhismo Srenggoro Kunto Nugroho.
WINDA ATIKA IRA P, Jogja – Radar Jogja
Sang ibunda Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam menciptakan sendiri motif batik yang bertema Manifestasi Kecerdasan Bathara Indra.
Permaisuri PA X itu telah mempersiapkan batik ageman dhaup ageng bungsunya sejak dua tahun lamanya. Tak ada rencana untuk menduplikat motif batik ciptaan khusus itu. Sebab, hanya dipakai untuk monumental saja tidak untuk terus menerus.
“Karena untuk asli memerlukan waktu lama dua tahun. Saya waktu itu berpikir karena saya memang pembatik, jadi setelah anak saya mbarep pasti anak saya nomor dua menikah. Sehingga saya punya keinginan buat kampuhnya,” katanya saat konferensi pers di Pura Pakualaman Jumat (5/1).
Gusti Putri sapaan akrab dari GKBRAA Paku Alam itu menciptakan batik diawali dari kampuh. Kampuh yaitu teknik menjahit untuk menyambungkan lembaran kain supaya menjadi busana atau lenan rumah tangga.
Dalam mempersiapkan kampuh ini terbilang cukup lama mulai dari membuat goresan pada kain dengan panjang 6 meter lebar 2,8 meter untuk kakung. Panjangnya 5,5 meter untuk putri.
“Memang memerlukan waktu yang lama. Saya berfikir siapapun nanti istrinya (RM Bhismo), memang sudah mantab atau belum tapi saya sudah mempersiapkan dodot untuk anak saya,” ujarnya.
Adapun, untuk membuat kampuh dia melibatkan banyak orang seperti dari kalangan desainer atau seniman batik.
Ada yang istimewa, dalam batik ageman Dhaup Agung kali ini Gusti Putri membuat prodo atau hiasan berwarna emas pada kain batik untuk menambahkan aksen bermotif dari emas murni 24 karat.
“Ini memerlukan waktu tidak sebentar, saya sudah dua tahun lalu memproses kampuh ini,” jelasnya.
Kampuh sendiri dikatakan ada keunikannya sebelum diagem atau dikenakan mempelai laki-laki dan perempuan yakni tidak boleh disatukan dalam satu tempat atau satau ruangan.
Namun, ketika itu sudah dikenakan boleh disimpan di tempat yang satu ruangan tetapi ditempat yang berbeda.
Sehingga untuk ageman pada Dhaup Ageng Pakualaman 2024 ini semua batik yang digunakan adalah ciptaan baru Gusti Putri. Meski menciptakan batik sendiri, namun tetap mengacu pada batik-batik unsur klasik Jogjakarta.
Sebelum proses membatik, pun ibu dua putra itu lebih dulu melewati proses wilujengan atau meminta izin kepada para leluhur dan Allah SWT agar bisa membatik dan menjadi karya batik yang baik dan bisa selesai. Ia membatik dibantu para pembatik dari tim Pura Pakualaman.
“Batik saya simpan dulu dalam ageng selama satu malam dan paginya mengadakan wilujengan tentang batik kampuh. Kemudian saya mulai membatik,” terangnya.
Nama batik yang diciptakan ini Batik Indra Widagda, karena memiliki karakter utama Bathara Indra adalah sifat kecendekiawanannya, yaitu gemar belajar dan selalu termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri.
Perwujudan motif Indra Widagda “Indra yang pandai”, bersumber dari teks Asthabrata dalam naskah kuno Sestradisuhul (1847).
Baca Juga: Ayo Ikut Daftar, Lur! Pendaftar Pengawas TPS di Sleman Masih Minim, Bawaslu Beberkan Penyebabnya
“Karena saya ingin mensosialisasikan filosofi-filosofi ajaran yang ada di naskah kuno melalui media batik,” tambahnya
Pesan moral pada teks dan motif batik ini diharapkan dapat menjadi penuntun kecerdasan pikir dan hati BPH Kusumo Kuntonugroho beserta istri dalam kehidupan sehari-hari.
“Karena kali ini anak saya gemar belajar ternyata, padahal dulu anak saya dari SD sampai SMA bahkan sampai kuliah anak band rambutnya gondrong sepinggang. Ternyata, di balik kesukaan di ngeband dia suka belajar. Dan, sekarang masih belajar di Osaka University Jepang, maka itu kenapa saya memakai bathara indra dhaup ageng pernikahan kedua,” bebernya.
Adapun 11 motif batik yang bakal dikenakan dalam Dhaup Ageng tersebut di antaranya Batik Indra Widagdo, Indra Widagda Jatmika, Indra Widagda Trajutresna, Indra Widagda Wariga Adi, Parang Indra Widagda, Parang Indra Palupi, Indra Widagda Dipta Sentana, Indra Widagda Mitra Rumpaka, Indra Widagda Abdya Rumpaka, Indra Widagda Sentana Puraksa, dan Indra Widagda Kusumastuti.
Sementara seorang tokoh seniman batik Yogyakarta yang juga perancang busana lokal Afif Syakur mengatakan, karya batik baru ini merupakan satu tinggalan dari seroang ratu atau raja yang berhak menciptakan ageman.
Sejarah akan mencatat, bahwa ini tonggak kejayaan dimasa Gusti Putri menjabat ratu di Pura Pakualaman.
Sebab, Gusti Putri dianggap Afif yang juga terlibat dalam pembuatan kampuh itu tidak hanya menciptakan batik baru sesuai naskah kuno atau sesuai dengan para leluhurnya melainkan disesuaikan juga dengan konsep daripada konsep motif-motif lama yang bisa menjadi satu.
“Ini bagian daripada empu batik yang menciptakan ke depan bahwa batik tidak hanya Sidomukti tapi tercipta sesuatu yang baru dan sah-sah saja. Dan ini menjadi satu bagian yang akan tercatat oleh sejarah,” katanya.
Pun hal ini dianggap bagian sejarah yang akan tercatat pada masa 30 sampai 50 tahun kemudian. Demikian pula, semakin membuktikan Jogja sebagai kota batik Indonesia.
“Bahwa era kejayaan beliau saat ini memikirkan putra putrinya dengan batik sesuai konsep pura pakualaman,” imbuhnya. (wia)