Neutron Yogyakarta

BOS Hanya untuk Kebutuhan Dasar Siswa, Perlu Modal Tambahan untuk Implementasikan Kurikulum Merdeka

BOS Hanya untuk Kebutuhan Dasar Siswa, Perlu Modal Tambahan untuk Implementasikan Kurikulum Merdeka
PULANG SEKOLAH: Pelajar tingkat SMP melintas di depan mural bergambar Ki Hajar Dewantara dan tiga semboyannya di Jalan Ngeksigondo, Kotagede, Jogja (10/1). GUNTUR AGA TIRTANA/RADAR JOGJA

RADAR MAGELANG – Dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari APBN disebut hanya mampu meng-cover kebutuhan dasar peserta didik. Begitu pula dengan dana bantuan operasional sekolah daerah (BOSDA) yang digelontorkan dari APBD. Sedangkan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, peserta didik perlu sokongan modal lain.

Kondisi ini diaminkan oleh Kepala SMAN 11 Jogjakarta Suhirno. Dia menyebut, setiap siswa di sekolahnya rata-rata mendapat alokasi dana BOS Rp 1.560.000. Sedangkan untuk BOSDA sekitar Rp 1.495.000 per siswa. Jumlah ini pun, menyesuaikan jumlah siswa setiap tahunnya. “Untuk saat ini 970 siswa,” sebutnya kemarin (10/1).

Hanya saja, lanjutnya, bantuan tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan dasar siswa. Seperti untuk pembelian kebutuhan belajar berupa buku dan alat tulis. Serta keperluan lainnya seperti biaya listrik, air, dan perawatan gedung sekolah.
“Banyak kegiatan di-support menggunakan dana BOS, tapi sifatnya adalah memenuhi kebutuhan minimal layanan,” kata Suhirno.

Sedangkan untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka, siswa memerlukan tambahan biaya. Hal ini guna mendukung pembelajaran intrakurikuler melalui
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Misalnya ada gelar karya, hingga pentas seni. “Sehingga melibatkan paguyuban orang tua siswa, dan alumni (untuk dana, Red). Kalau hanya dana BOS tidak cukup,” lontarnya.

Untuk menghindari adanya penyebutan pungutan liar (pungli), lanjutnya, sosialisasi tentang kegiatan siswa terus dilakukan. Baik kepada orang tua hingga alumni.
“Kami sampaikan misalnya ini (kegiatan, Red) memerlukan biaya sekian, kemudian orang tua merespon dengan posotif maka itu lanjut,” ucapnya.

Kemudian, ada pertanggungjawaban penggunaan anggaran dan pendampingan. Sehingga dana yang disumbangkan secara terbuka dan transparan akan selalu dilaporkan. “Asal kami melibatkan orang tua dengan sebutan sukarela, tidak ada paksaan. Kami tidak menggiring untuk jumlah (nominal, Red) tertentu,” tegasnya.

Terlebih ada payung hukum mengenai penghimpunan dana sukarela. Terkait dengan kegiatan penyelenggaraan pendidikan, boleh melibatkan orang tua atau pihak-pihak lain asal tidak mengikat. “Sifatnya tidak wajib, tapi sukarela,” ungkapnya. (gun/eno)

Lainnya