Neutron Yogyakarta

PMK Terdeteksi di Magelang, Suspek Dua Ekor Sapi

PMK Terdeteksi di Magelang, Suspek Dua Ekor Sapi
drh Diana Widiastuti (Naila Nihayah/Radar Jogja)

MAGELANG, Koran Magelang – Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai terdeteksi di Kota Magelang. Beberapa waktu lalu, Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang mendapat laporan dari masyarakat terkait dua ekor sapi yang diduga terjangkit virus PMK. Kendati demikian, hingga kini kedua ekor sapi tersebut sudah mulai membaik.

Berdasarkan Surat Edaran (SE) dari Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan pada 9 Juni 2022, Kota Magelang tidak masuk dalam 33 kota maupun kabupaten yang berstatus zona merah PMK. Kendati demikian, Pemkot Magelang melalui Disperpa tetap mengambil langkah untuk membentuk satgas PMK. Hal itu sebagai upaya antisipasi menjelang perayaan Idul Adha.

Kepala Disperpa Kota Magelang Eri Widyo Saptoko menuturkan, kendati tidak masuk pada kategori zona merah, tapi dia bakal membentuk satgas PMK. Tujuannya untuk melakukan penanganan, penanggulangan, serta pencegahan dengan memberikan pengobatan kepada hewan ternak.

Terkait dua ekor sapi yang terindikasi PMK, Eri menambahkan, sudah diberi obat dan kondisinya perlahan membaik. Begitu pula dengan pemberian vitamin dan antibiotik. “Sudah membaik karena langsung kami obati,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (15/6).

Sejauh ini, lanjut Eri, sudah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat lewat surat edaran. Ketika ditemukan adanya hewan ternak yang bergejala seperti sariawan, kuku bengkak, dan air liur yang terus keluar dari mulutnya, masyarakat diminta segera melapor pada Disperpa agar dilakukan pengobatan dengan cepat.

Menurutnya, meski yang terindikasi PMK berjumlah dua ekor, namun hal itu menjadi alarm tersendiri di Kota Magelang. Mengingat perkembangan virus PMK bisa menyebar dengan cepat kepada hewan ternak lain seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Masyarakat pun diminta untuk tidak khawatir. Pasalnya, virus PMK bersifat zoonosis sehingga tidak berpotensi menyerang pada manusia.

Disperpa pun secara masif menggelar monitoring di beberapa rumah pemotongan hewan (RPH) dan depo-depo daging. Hewan ternak yang diperjualbelikan juga harus mengantongi surat kesehatan hewan dan peredarannya akan lebih diperketat lagi. Depo-depo daging pun haruslah steril.

Untuk itu, Pemkot Magelang mengimbau agar terus meningkatkan antisipasi dan kewaspadaan adanya PMK tersebut.”Untuk lalu lintas ternak menjadi tanggung jawab provinsi, tapi kami juga ikut mengawasi dengan melakukan sweeping,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan dan Perikanan Disperpa Kota Magelang drh Diana Widiastuti mengatakan, satu ekor sapi yang terindikasi PMK memiliki ciri-ciri luka di kuku, gusi, nafsu makan menurun, serta keluar air liur secara berlebih. Satu ekor lain terlihat sehat, namun karena berada dalam satu kandang, pihaknya ikut mengambil sampel sapi tersebut.

Dia menjelaskan, kesembuhan hewan ternak yang terpapar virus PMK, tergantung pada kecepatan penanganan. Peternak juga harus memantau perkembangan kesehatan hewan ternaknya. Ketika nafsu makan ternak berkurang, masyarakat diminta agar segera melapor pada Disperpa untuk kemudian dapat diberi vitamin dan antibiotik.

Selanjutnya, ketelatenan dari peternak dalam merawat hewan ternaknya. Bahkan, beberapa dari mereka berinisiatif untuk memberikan obat herbal, seperti olesan madu maupun kunyit. Pasalnya, kini persediaan obat-obatan mulai menipis. “Tetapi, kami mengapresiasi upaya mereka untuk memberikan obat-obatan herbal tersebut,” katanya.

Menjelang Idul Adha, dia menambahkan, Disperpa akan menerjunkan tim untuk memantau kesehatan hewan-hewan yang ada di depo-depo daging. Sesuai aturan dari Kementerian Pertanian (Kementan), setiap hewan harus disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH).

Dia juga mengimbau, tempat penyembelihan hewan kurban seyogyanya dilengkapi tempat perebusan. Terutama bagian kepala, kaki, ekor, maupun lidah hewan harus direbus terlebih dahulu sebelum diedarkan. “Kalau seandainya pada hari H ditemukan hewan kurban bergejala klinis ringan, ada perlakuan khusus,” jelasnya.

Selain memiliki tempat perebusan, Diana melanjutkan, sebaiknya ada sebuah tempat yang bisa digunakan untuk penanganan limbah. Seperti pembuatan lubang. Ketika daging dicuci, nantinya limbah tersebut bisa timbun. Tidak dibuang ke sungai. Hal ini guna mengantisipasi jika air sungai tersebut dikonsumsi oleh hewan ternak lain.

Lebih lanjut, kata dia, ketika menerima daging kurban atau konsumen yang membeli daging sapi, diimbau agar tidak langsung memasaknya. Pun sebaiknya tidak langsung dicuci. Namun, daging tersebut direbus dahulu selama 30 menit atau dimasukkan dalam ceiling freezer selama 24 jam. Tujuannya agar virus tidak berkembang. (aya/pra/ong)

Lainnya

Exit mobile version