JOGJA, Koran Magelang – Jelang Idul Adha penyakit mulut dan kuku (PMK) di Sleman belum terkendali. Bahkan mulai menyebar di kandang ternak milik kelompok ternak Mulyo Lestari, Padukuhan Krebet, Bimomartani, Ngemplak, Sleman. Seluruh ternak yang berjumlah 57 ekor sapi terjangkit PMK. Sehingga lokasi tersebut dilakukan lockdown lokal.
Anggota kelompok ternak Mulyo Lestari Ujamali mengatakan, PMK menyerang ternak di lokasi kandang diperkirakan dua pekan terakhir. Namun tanda-tanda ternak terjangkit baru diketahui sepekan terakhir, menyebar ke seluruh hewan ternak. Termasuk seekor sapi miliknya.”Sapi keluar banyak air liur, pilek dan tidak mau pakan. Di hidungnya juga timbul koreng,” ungkap Ujamali saat ditemui Radar Jogja, Rabu (22/6).
Dikatakan sapi miliknya hampir parah. Karena sapi lemas dan sulit berdiri, kaki tak kuat menyangga badan. Pada bagian kuku juga terdapat luka. Untuk menjaga nafsu makan, sapi di beri minum jamu-jamuan. Makanan dan kandang ditingkatkan kebersihannya. “Dari puskeswan juga diberikan vitamin dan pemeriksaan rutin,” terang pria 53 tahun itu.
Berkat reaksi tanggap cepat memeriksakan sapi miliknya, kini mulai ada perubahan membaik. Nafsu makan mulai meningkat, koreng di hidung dan kakinya perlahan sembuh. Sapi yang semula kurus mulai berisi. “Sapi ini betina, tiga minggu lalu baru melahirkan seekor sapi. Usianya baru genap seminggu namun sudah mati, pilek dan nggak mau makan,” bebernya. Dimungkinkan anak sapi tersebut terserang PMK ditambah juga terdapat penyakit paru-paru.
Untuk induknya mulai membaik. Dia berharap sapinya segera sehat kembali. Sebab, bagi Ujamali, sapi tersebut salah satu tabungannya dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Sapi ini tidak saya jual. Tapi jadi indukan. Mudah-mudahan bisa sembuh,” harapnya. Selain miliknya dua anak sapi milik anggota peternak lain juga meninggal dunia, tetapi belum bida dipastikan apa penyebabnya.
Peternak lainnya, Slamet mengaku khawatir terhadap PMK yang penyebarannya semakin cepat. Berbagai upaya telah dilakukan dalam perlindungan ternak. Salah satunya dengan melakukan lockdown lokal. Keluar masuk kandang, harus steril. Tidak boleh sembarang orang keluar masuk kandang. Hal ini untuk meminimalisir kontak erat dengan manusia maupun hewan ternak lainnya dari luar kandang yang dapat memicu penyebaran kasus. “Kandang-kandang disemprot pakai desinfektan. Juga diterapkan lockdown lokal kandang ternak,” sambungnya.
Pria usia senja ini membeberkan, dari jumlah ternak yang ada. Satu ekor di antaranya dijual murah untuk mengantisipasi dampak buruk yang kemungkinan terjadi hingga berimbas pada ekonomi. “Ada, sapi adik saya yang harusnya laku Rp 25 juta, dijual harganya anjlok Rp 8 juta karena terserang PMK,” sebutnya.
Mantan ketua kelompok ternak ini mengatakan, selain antisipasi mandiri yang dilakukan oleh kelompok ternak, juga dilakukan pemantauan rutin dari Puskeswan Ngemplak juga dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM). “Pemeriksaan rutin ini sangat membantu peternak. Dengan begitu, PMK sembuh, harga sapi tidak jatuh. Apalagi mendekati hari raya kurban,” tandasnya. (mel/pra/sat)